Wali Kota Malang turut hadir dalam pembukaan acara memperingati 25 tahun hubungan diplomatik antara Indonesia dan Tiongkok. (Foto: Istimewa)
MALANG POST – Universitas Negeri Malang (UM) menggulirkan pameran lukis, kaligrafi dan fotografi bertajuk Tiongkok-Indonesia, yang digelar di Graha Tumapel selama dua hari, 24–25 Oktober 2025.
Pameran ini tidak hanya menonjolkan kekayaan budaya kedua negara, tetapi juga menjadi momentum memperingati 25 tahun hubungan diplomatik Indonesia–Tiongkok dan mengenang kedatangan Laksamana Cheng Ho ke Nusantara sekitar 625 tahun silam.
Pembukaan pameran dihadiri langsung Wali Kota Malang, yang menyoroti kedekatan budaya dan pendidikan antara Indonesia dan Tiongkok. Ia menegaskan pentingnya dialog budaya untuk mempererat persahabatan kedua bangsa melalui karya-karya yang dipamerkan.
Salah satu karya yang menjadi sorotan adalah lukisan bertemakan Konfusius, tokoh berpengaruh dalam perkembangan ilmu pengetahuan.
“Kami melihat pameran ini sebagai jembatan persahabatan dan kerja sama antara dua negara,” ujar Wali Kota. “Rangkaian foto, lukisan, dan kaligrafi yang dipamerkan memancarkan nilai persahabatan serta kerja sama yang kokoh.”
“Apalagi Kota Malang sendiri punya keunggulan di bidang pendidikan dan kebudayaan. Melalui kegiatan seperti ini, kita tidak hanya memperkuat diplomasi antarnegara, tapi juga memperkaya wawasan masyarakat tentang seni lintas budaya,” tandasnya.
Sari Karmina, Direktur Pusat Bahasa Mandarin UM, menambahkan bahwa pameran ini juga menjadi bagian dari perayaan National Day Tiongkok. Ia menegaskan inisiatif ini tidak sekadar apresiasi seni, melainkan juga sebagai bentuk mengenang hubungan Indonesia–Tiongkok yang telah terjalin sejak KAA (Konferensi Asia-Afrika) di Bandung pada 1955.
“Tujuan pameran ini adalah merayakan National Day Pemerintah Tiongkok sekaligus memperingati 25 tahun kerja sama diplomasi Indonesia–Tiongkok, berakar dari semangat KAA,” paparnya.
Karya-karya yang dipamerkan menunjukkan keseimbangan antara dua medium seni. Sekitar 80 karya dipajang, terdiri atas 40 kaligrafi dan 40 foto. Kaligrafi yang dipersembahkan sebagian besar berasal langsung dari pemerintah Tiongkok, dengan beberapa koleksi lama yang menambah nuansa historis pameran.
Foto-foto menampilkan momen bersejarah Asia-Afrika, termasuk dokumentasi KAA di Bandung, sehingga pengunjung bisa merasakan jejak kolaborasi politik dan budaya di kawasan. Tema kaligrafi beragam, termasuk evolusi huruf kanji dari bentuk sederhana menuju bentuk modern. Sari menjelaskan bahwa pilihan tema ini tidak sekadar estetika, melainkan cerminan dinamika perubahan bahasa dan budaya seiring waktu, selaras dengan nilai dialog antarbangsa yang diusung pameran.
Melalui pameran ini, UM berharap publik lebih mengenal nilai budaya dan sejarah Tiongkok serta memperkuat hubungan persahabatan keduanya. Pameran dibuka untuk umum hingga 25 Oktober 2025, memberikan peluang bagi pelajar, peneliti, penggemar seni, dan masyarakat luas untuk menikmati karya-karya bermakna ini.
Tercatat ada sekitar 80 karya yang ditampilkan, terdiri atas 40 karya kaligrafi dan 40 karya foto. Sebagian besar karya kaligrafi berasal dari pemerintah Tiongkok, sementara sisanya merupakan koleksi lama.
Foto-foto yang dipamerkan menampilkan momen bersejarah Asia-Afrika, termasuk dokumentasi kegiatan saat KAA di Bandung. Sementara karya kaligrafi menyoroti perkembangan huruf kanji dari bentuk klasik hingga modern.
Pusat Bahasa Mandarin UM berharap masyarakat semakin mengenal nilai budaya dan sejarah Tiongkok, serta mempererat hubungan persahabatan antara Indonesia dan Tiongkok. (M Abd Rachman Rozzi-Januar Triwahyudi)




