![](https://malang-post.com/wp-content/uploads/2023/02/images-3.jpeg)
Malang Post – Kasus penangkapan OTT oknum pegawai Kantor BPN/ATR Kabupaten Malang, W, yang diduga melakukan praktik pungli korban yang kini ditangani Polresta Malang, mendapatkan tanggapan praktisi hukum, Agustian Siagian SH.
Menurutnya, kronologi sampai terjadinya OTT kepada W, harus diperhatikan pihak penyidik kepolisian. “Kasus OTT (oknum pegawai) BPN/ATR harus dilihat dulu kronologi kejadiannya. Kalau penangkapan oknum bersangkutan murni hasil temuan penyelidikan polisi, maka keduanya, baik pelapor maupun terlapor, harus diproses,” terang Agustian Siagian, Kamis (23/2/2023) malam.
Sebaliknya, kata advokat Agustian Siagian Law Firm ini, jika OTT berdasarkan laporan dan hasil koordinasi kepada pihak korban pelapor, maka ia bisa terbebas dari proses penuntutan.
![](https://malang-post.com/wp-content/uploads/2023/02/IMG-20230224-WA0008-1024x767.jpg)
Menurutnya, kasus OTT oknum pegawai BPN/ATR ini termasuk ranah pidana korupsi. Dalam norma hukum, lanjutnya, pihak yang melaporkan perkara korupsi dari gratifikasi atau pun suap menyuap bisa dibebaskan.
“Seperti halnya dalam kasus OTT korupsi sesuai laporan korban, dalam hukum ada istilah whistle blower, yang mana bisa digugurkan (penuntutannya). Sama halnya, ini bisa disebut sebagai alasan pembenar (dalam persidangan),” jelas Agustian.
Apakah kasus OTT ini bisa dikategorikan pemerasan? Terkait hal ini, ia tidak bisa menjustifikasi lebih jauh. Pasalnya, kata Agustian, praktik pemerasan ini biasanya harus juga bisa disertai bukti ancaman.
“Kalau pidana pemerasan, maka harus ada bukti dilakukan ancaman, baik secara fisik maupun verbal,” demikian advokat yang juga Ketua PERADI Kabupaten Malang ini. (Choirul Amin)