
Yeyen Pratika, dosen Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadyah Malang. (Foto: Istimewa)
MALANG POST – Kabar membanggakan datang dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Kali ini giliran Yeyen Pratika, yang mengibarkan almamaternya di negeri seberang.
Yeyen Pratika adalah dosen Program Studi Manajemen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Ia baru saja menorehkan raihan dengan menyelesaikan studi doktoral di Ewha Womans University, Seoul, Korea Selatan.
Ia berhasil meraih gelar Doctor of Philosophy (Ph.D) in Business Administration, dengan konsentrasi di bidang Marketing, melalui beasiswa prestisius Higher Education for ASEAN Talents (HEAT).
Dalam wawancara, Yeyen mengungkapkan alasannya memilih Ewha Womans University, yang dikenal sebagai universitas perempuan pertama dan termasuk dalam 10 besar universitas terbaik di Korea Selatan.
“Branding Ewha sangat kuat, dan saya ingin menimba ilmu di tempat yang memiliki reputasi internasional,” ujarnya.
Selama masa studi, Yeyen memilih untuk mendalami perilaku konsumen dalam konteks belanja daring. Sebuah topik yang sangat relevan di era digital saat ini.
Penelitiannya menyoroti perbandingan antara fitur berbasis Artificial Intelligence (AI) dengan fitur non-AI seperti pencarian manual, dan bagaimana teknologi ini memengaruhi reaksi emosional dan kognitif konsumen.
Lebih dari itu, ia juga mengkaji pengaruh perbedaan budaya antara Indonesia dan Korea Selatan terhadap preferensi konsumen.
Melalui riset tersebut, Yeyen berharap dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang perilaku konsumen lintas budaya serta menawarkan solusi praktis untuk pengembangan aplikasi belanja daring yang lebih inklusif dan adaptif, khususnya bagi pasar lokal Indonesia.
Baginya, ilmu tidak hanya berhenti di laboratorium atau jurnal, tetapi harus berdampak langsung pada kehidupan masyarakat.
Namun di balik keberhasilan itu, perjalanan akademik di negeri orang bukan tanpa tantangan. Salah satu hal yang cukup mengejutkan baginya adalah budaya ‘Ppalli-ppalli’ atau “cepat-cepat” yang melekat dalam hampir semua aspek kehidupan di Korea.
“Sebagai orang Indonesia yang terbiasa dengan ritme yang lebih santai, saya sempat kewalahan di awal,” kenangnya.
Ditambah lagi, keterbatasan bahasa Korea membuat interaksi di kelas dan kehidupan sehari-hari menjadi lebih menantang. Di balik perjuangan itu, ada pula momen yang menyentuh hati.
“Saya pernah ditraktir oleh seorang bapak-bapak Korea hanya karena saya berhijab dan berasal dari Indonesia. Ternyata beliau penggemar Megawati, atlet voli Indonesia yang bermain di Red Sparks Korea.” tuturnya.
Pascastudi, ia tidak hanya ingin membawa pulang gelar akademik, tapi juga semangat baru untuk membangun dunia pendidikan.
Ia berharap bisa terus aktif dalam riset, menjalin kolaborasi internasional, serta menginspirasi mahasiswa untuk berani melangkah ke dunia global.
Ia juga menegaskan bahwa kesempatan untuk studi lanjut di luar negeri, terutama di Korea Selatan, terbuka lebar. Banyak beasiswa yang tersedia setiap tahun, baik dari pemerintah maupun universitas.
“Jangan menyerah jika gagal di percobaan pertama. Bisa jadi keberhasilan datang di kesempatan kedua atau ketiga. Yang penting, tetap semangat, siapkan diri sebaik mungkin, dan jangan takut untuk mencoba,” tutupnya dengan penuh optimisme. (*/M Abd Rachman Rozzi-Januar Triwahyudi)