MALANG POST – Intensitas hujan tinggi akhir-akhir ini menyebabkan genangan air dan seringkali membawa penyakit. Contohnya seperti demam berdarah dengue (DBD). Selain itu ada lagi penyakit yang kerap menjadi ancaman masyarakat.
Penyakit itu adalah Leptospirosis, penyebarannya melalui air seni hewan yang terinfeksi dan membawa bakteri, seperti air seni tikus. Bakteri leptospira sangat mudah masuk dalam tubuh manusia terutama saat musim penghujan atau bencana banjir. Contohnya, kaki yang terkena genangan air saat hujan.
Dinas Kesehatan Kota Batu, menggalakkan langkah deteksi dini guna mengantisipasi penyebaran penyakit leptospirosis akibat urine hewan tersebut.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Batu, Aditya Prasaja menyatakan, upaya deteksi dini merupakan tindak lanjut dari Surat Edaran Plt Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) yang salah satunya tentang Kewaspadaan Kejadian Luar Biasa (KLB) leptospirosis.
“Deteksi dini leptospirosis dengan melihat gejala pasien dan menggali riwayat pekerjaan atau aktivitas yang dilakukan selama satu sampai dua minggu terakhir,” kata Aditya, Senin (2/12/2024).
Pihaknya juga berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur mengenai kebutuhan reagen rapid test untuk leptospirosis.
Upaya itu, selanjutnya ditindaklanjuti dengan menggandeng Dinas Pertanian dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) untuk turut menyosialisasikan upaya pencegahan penyakit tersebut.
“Kami membuat Surat Kewaspadaan leptospirosis bagi desa, kelurahan dan rumah sakit,” paparnya.
Mengenai kasus leptospirosis di Kota Batu, Dinas Kesehatan menyatakan bahwa pada 2024 sudah ada laporan dua kasus yang masuk. Sedangkan pada 2023 nihil temuan.
Aditya menjelaskan, penyebaran penyakit itu muncul dari urine hewan, salah satunya tikus yang terinfeksi bakteri leptospira.
Lebih lanjut, saat seseorang yang terpapar leptospirosis awalnya mengalami gejala mual, lemas, dan sakit kepala. Kondisi itu disertai dengan munculnya nyeri betis, mata merah dan kulit kuning.
Dampak paling kritis yang bisa diidap seseorang terpapar leptospirosis adalah gagal ginjal, hingga bisa mengakibatkan kematian.
“Tidak ada usia rentan untuk penyakit leptospirosis. Kasus banyak ditemukan pada laki-laki usia produktif yang masih aktif bekerja sebagai petani serta kondisi tempat tinggal atau tempat kerja yang ditemukan tikus,” katanya.
Dia mengimbau mengingat penyakit ini ditularkan tikus, maka upaya pencegahan yang bisa dilakukan adalah dengan pengendalian, seperti memastikan tidak ada lubang di rumah sebagai tempat keluar masuk hewan itu.
Tak hanya itu, Dinkes Kota Batu mengimbau masyarakat agar tetap menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggalnya serta melaksanakan pola hidup bersih dan sehat (PHBS).
“Gunakan alas kaki saat beraktivitas di sawah, kebun, ladang, dan serta cuci tangan dan kaki dengan sabun setelah beraktivitas,” tuturnya.
Dia menambahkan, terdapat beberapa cara yang bisa dilakukan masyarakat untuk mencegah dan mengurangi risiko penyebaran infeksi Leptospirosis. Diantaranya mengenakan pakaian pelindung, sarung tangan, sepatu bot dan pelindung mata saat bekerja di area yang berisiko menularkan bakteri leptospira.
“Kemudian tidak berendam atau berenang di air danau, sungai, atau kubangan. Mengonsumsi air minum yang sudah terjamin kebersihannya. Mencuci tangan setiap sebelum makan dan setelah kontak dengan hewan,” paparnya.
Lalu mencuci buah dan sayuran dengan air bersih sebelum mengolahnya, menjaga kebersihan lingkungan dan memastikan lingkungan rumah bebas dari tikus, melakukan vaksinasi pada hewan peliharaan dan ternak.
“Pada beberapa kasus, gejala leptospirosis tidak muncul sama sekali. Namun, pada kebanyakan penderita, gejala penyakit ini bisa muncul 1-2 minggu setelah terpapar bakteri Leptospira,” tutupnya. (Ananto Wibowo)