MALANG POST – Sang maestro politik itu telah terlahir di Kota Batu. Namanya Nurochman, warga asli Desa Sumberjo, Kecamatan Batu. Gelar maestro politik ini rasanya tak berlebihan, dengan apa yang telah dilakukan Nurochman di kancah perpolitikan Kota Apel.
Sebagai Ketua DPC PKB Kota Batu, Cak Nur sapaan akrabnya, berhasil mengantarkan PKB menjadi yang nomor satu. Puncaknya, pada Pemilu Februari lalu, berkat tangan dinginnya PKB berhasil mendapat perolehan suara terbanyak dibandingkan partai lain.
Kemonceran karier politik Cak Nur juga dapat dilihat dari keberhasilannya hatrick terpilih sebagai Anggota DPRD Kota Batu, mulai periode 2014-2019, 2019-2024 dan 2024-2029 namun harus PAW karena maju Pilkada Kota Batu.
Paling anyar, Cak Nur berhasil merebut kursi Wali Kota Batu pada Pilkada 2024. Bersama Heli Suyanto, dia berhasil mengandaskan persaingan Firhando Gumelar-H Rudi dan Kris Dayanti-Kresna Dewanta Phrosakh.
Kepada Malang Post, Cak Nur pernah berujar, “Kita tidak tahu jalan hidup seseorang lima tahun atau 10 tahun ke depan. Roda kehidupan terus berputar dan menjadi misteri semesta. Kita tidak tahu ujungnya dimana. Karena itu, sesama manusia harus terus saling menghargai,”.
SRAWUNG WARGA: Wali Kota Batu terpilih, Nurochman saat srawung bersama warga di sejumlah kegiatan kemasyarakatan. (Foto: Istimewa)
Kata-kata itu tercermin, dari perjalanan panjang seorang Cak Nur yang merupakan anak petani hingga kini menjadi Calon Wali Kota Batu terpilih. Lika-liku kehidupan dari titik nol hingga sampai seperti sekarang telah dilaluinya.
Berangkat dari anak petani, Cak Nur kecil sudah terbiasa ditempa hidup keras. Masa kecil Cak Nur banyak dihabiskan untuk membantu kedua orang tuanya di ladang. Orang tuanya bertani sayur seledri, salah satu komoditas pertanian utama dan khas di desanya.
Cak Nur pun sadar, kemampuan orang tuanya menyekolahkan anak hingga SMA sudah menjadi pencapaian yang luar biasa pada saat itu. Sehingga dia tak memaksakan diri berkuliah.
“Bapak ibu saya petani. Saya juga ikut bertani. Bahkan sampai lulus SMA, karena orang tua saya ada keterbatasan biaya, saya tidak bisa lanjut kuliah. Saya pun tidak masalah soal itu dan ikut bantu bertani. Periode saya bertani itu cukup lama,” tutur Cak Nur.
Namun, kondisi itu tak membuatnya menyerah dengan keadaan. Tidak kuliah bukan berarti tak berhenti untuk belajar.
Selain bertani, sang maestro politik itu juga pernah bekerja sebagai tenaga honorer di Pemkot Batu, dari tahun 2007 sampai 2013. Sebelum jadi tenaga honorer, pria 55 tahun ini juga pernah jadi tukang sapu di Hotel Victory Batu hingga menjadi ketua serikat pekerja.
Di tahun 2004, Cak Nur beralih menjadi wirausahawan, mengelola sayuran organik dan budidaya jamur tiram putih. Dia juga sempat berkarier di Badan Perencanaan Daerah (Bapeda) Kota Batu selama 5 tahun.
Selain itu, Cak Nur juga sempat menjadi Pj Kepala Desa Sumberejo dari tahun 2006 sampai 2007, sebuah posisi yang diberikan berkat aktivitasnya di organisasi kemasyarakatan.
Cak Nur juga aktif berorganisasi. Dia pernah jadi sekretaris di BP KNPI Kota Batu (1991-1996). Selain itu Cak Nur juga jadi ketua di PC IPNU Kota Batu (1993-1997), ketua SPSI Hotel Victory Batu (2001-2004) dan ketua BPD Sumberejo (2006-2007). Dia juga menjabat sebagai ketua DPC PKB Kota Batu dari tahun 2010 sampai 2026 mendatang.
Di pentas politik, Cak Nur juga mengingat masa sulit tahun 2009 ketika PKB tidak memenangkan satu pun kursi legislatif. Namun dengan strategi komunikasi dan semangat tinggi, dia berhasil memulihkan partai dari kehancuran.
Cak Nur mengambil langkah dengan menjalin komunikasi intensif dengan berbagai pihak, baik di dalam maupun di luar partai, sehingga PKB Kota Batu bisa eksis sampai sekarang.
“Saya kira, pribadi saya hingga sekarang ya terjadi secara alamiah saja. Saya orang biasa, anak petani yang kebetulan diberi kesempatan menjadi wakil rakyat. Jadi, ketika saya menjalani tugas sebagai wakil rakyat, ya seperti saya menjadi rakyat biasa sebelum terpilih,” tutupnya. (Ananto Wibowo)