MALANG POST – Masih banyak masyarakat Indonesia, yang belum memahami terkait penyakit kusta. Karena penyakit itu dianggap penyakit kutukan dari Tuhan.
Akibat stigma atau label negatif yang disematkan terhadap penderita kusta itu, menjadikan mereka sering dikucilkan atau dipandang sebelah mata.
Masyarakat pun harus diberikan edukasi. Sebab stigma negatif itu dapat muncul, karena masyarakat memandang sesuatu sebagai penyimpangan dan juga dapat memengaruhi perilaku dan sikap terhadap penderita tersebut.
Wakil Bupati (Wabub) Malang Didik Gatoto Subroto, kepada wartawan mengatakan, dalam memperingati Hari Kusta Sedunia, pihaknya mengajak masyarakat untuk menghilangkan stigma terhadap penyintas kusta. Karena penyakit kusta, tidak lagi menular setelah menjalani pengobatan yang tepat.
Dengan pengobatan penyakit kusta yang tepat, maka virusnya mati dan tidak lagi menular.
Oleh karena itu, masyarakat perlu memberi ruang bagi penderita kusta, agar bisa berbaur dengan masyarakat tanpa diskriminasi.
“Dahulu memang penderita kusta sering dikucilkan bahkan dipisahkan dari keluarganya. Namun, dengan perkembangan medis, termasuk vaksin dan obat-obatan, kusta kini dapat diatasi, sehingga para penyintas bisa hidup normal di tengah masyarakat,” ujarnya, kemarin.
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang pun, terus berupaya memberdayakan penyintas kusta, dengan memberikan pelatihan keterampilan sesuai kemampuan mereka.
Selain itu, tambahnya, pemerintah juga menyediakan alat bantu bagi mereka yang menjadidisabilitas akibat penyakit tersebut.
Pemkab Malang, memberikan fasilitas agar mereka bisa mandiri, berkarya, dan tidak merasa dikucilkan, dengan begitu mereka bisa kembali berbaur dengan masyarakat
“Data yang kita miliki, penderita kusta di Kabupaten Malang terus menurun. Meski begitu, Pemkab Malang melalui Dinas Kesehatan, tetap melakukan pengendalian dan pencegahan agar penyakit tersebut tidak menyebar kembali,” tuturnya.
Ditempat terpisah, Owner Rumah Sakit (RS) Wajak Husada, Desa Kidangbang, Kecamatan Wajak Kabupaten Malang, drh. Puguh Wiji Pamungkas menegaskan, untuk berubah stigma masyarakat perlu adanya memahaman. Apa itu penyakit kusta dan bagaimana ciri-cirinya, serta bagaimana penularannya.
Dengan pemahaman yang benar itu, maka stigma terhadap penderita kusta akan berkurang secara otomatis.
“Kita selalu mengingatkan kepada masyarakat, penyakit kusta bukan penyakit kutukan dari Tuhan. Hal itu disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium leprae).”
“Penyakit kusta tidak mudah menular dan bisa disembuhkan dengan pengobatan yang tepat. Oleh karena itu, kami menekankan pentingnya dukungan moral bagi penderita kusta,” sebutnya.
Apalagi para penderita kusta, bukan hanya membutuhkan pengobatan medis saja. Namun juga penerimaan dari lingkungan sekitar.
“Mereka juga manusia yang butuh interaksi dalam bermasyarakat.”
“Dengan kita berikan pemahaman tentang penyakit kusta kepada masyarakat, agar bisa menerima penderita penyakit kusta di wilayah lingkungannya. Diharapkan tidak menjahui penderita kusta, supaya mereka merasa tidak diasingkan,” tandas Puguh, yang kini menjadi anggota Komisi E DPRD Provinsi Jawa Timur (Jatim). (*/Ra Indrata)