
MALANG POST – Kegiatan bertajuk “Jejak Kearifan” dilaksanakan pegiat sejarah Amartya Bhumi di sejumlah tempat, yang diyakini masyarakat merepresentasikan identitas lokal dan bernilai sejarah, di wilayah Tajinan Kabupaten Malang, Selasa (6/5/2025).
Tiga situs utama di wilayah Tajinan ini adalah Sumber Ngembul, Petirtaan Ngawonggo, dan Sumber Jenon.
Amarta Faza, ST, M.Sos., Anggota DPRD Kabupaten Malang dari Dapil Tajinan ikut hadir dalam kegiatan Jejak Kearifan bertema Merawat Nilai dan Menjaga Tradisi ini.
Ia menegaskan, keberadaan ketiga tempat yang diyakini masyarakat setempat merepresentasikan identitas lokal yang harus dijaga bersama.
Tidak hanya sarat nilai sejarah dan spiritualitas, menurutnya ketiga tempat tersebut juga menjadi simbol kesinambungan kehidupan masyarakat dan ruang hidupnya.
Faza mencontohkan, Sumber Ngembul bukan sekadar sumber air, akan tetapi juga simbol gotong royong dan kesadaran ekologis masyarakat sejak masa kolonial.
“Ini adalah bentuk kearifan yang telah teruji waktu, dan hari ini harus kita rawat sebagai sumber kehidupan masa depan,” ungkapnya di sela-sela kegiatan.

Faza juga menegaskan, kegiatan Jejak Kearifan ini menjadi momentum strategis menumbuhkan kembali kesadaran kolektif atas pentingnya pelestarian budaya dan warisan kearifan lokal.
Ketua Fraksi NasDem DPRD Kabupaten Malang ini menyoroti, pentingnya mendorong nilai-nilai budaya menjadi bagian integral dari strategi pembangunan daerah.
Ia menyebut Petirtaan Ngawonggo sebagai bukti nyata tingginya peradaban masa lalu yang bisa dikembangkan menjadi ruang edukasi, pariwisata sejarah budaya, dan penguatan karakter generasi muda.
“Kekayaan kultural adalah keunggulan kompetitif daerah. Ketika kita bisa mengemas tradisi kearifan menjadi bagian dari sistem sosial dan ekonomi, maka pembangunan akan tumbuh dari akar sendiri,” ujarnya.
Dalam kapasitasnya sebagai Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Malang, Amarta menegaskan bahwa legislatif punya tanggung jawab besar memastikan perlindungan hukum terhadap situs-situs bersejarah di wilayah Kabupaten Malang.
Ia menekankan pentingnya implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Malang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Cagar Budaya. Dalam Perda ini mencakup prinsip perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan warisan budaya secara berkelanjutan.
“Perda ini bukan hanya dokumen, tapi mandat politik dan moral bagi semua pihak. Pemerintah harus menggerakkan program pelestarian, akademisi melakukan validasi sejarah, dan masyarakat diberdayakan sebagai penjaga nilai-nilai lokal,” tegas Faza.
Ia juga menyinggung pentingnya menjaga kesakralan dan ekologi Sumber Jenon, sebuah mata air yang menyimpan mitos, spiritualitas, dan keunikan hayati yang dipercaya masyarakat sebagai sumber keberkahan.
“Sumber Jenon adalah ruang hidup sekaligus ruang batin masyarakat. Pelestariannya harus melibatkan nilai-nilai adat, bukan sekadar dibingkai sebagai objek wisata,” tutup Amarta.
Faza juga mengajak semua elemen untuk membangun kolaborasi nyata—pemerintah, dunia pendidikan, dan komunitas lokal—agar pelestarian budaya tidak berhenti di seremoni, melainkan menjadi gerakan membumi dan berkelanjutan.
Ke depan, harapannya kegiatan seperti Jejak Kearifan ini bisa berlanjut, bisa memberikan input-input positif kaitannya bagaimana kita merevitalisasi maupun menjaga cagar budaya, maupun nilai-nilai luhur dari leluhur kita. (*/Ra Indrata)