
KICK OFF: (dari kiri) Nasrullah Aziz, Perwakilan Konsorsium Gandrung Tirta, Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan Kabupaten Malang Avicenna Medisica Sani Putera dan Varyan Griyandi, Head of Connection & Growth GoTo Impact Foundation, saat peluncuran agribisnis kopi berkelanjutan. (Foto: Ra Indrata/Malang Post)
MALANG POST – Sebagai produsen kopi terbesar keempat di dunia, Indonesia ternyata masih menghadapi tantangan produktivitas kopi yang rendah. Hanya berada di peringkat ke-14 dunia.
Kondisi serupa terjadi di Desa Ketindan, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang. Tingkat produktivitas 200 petani kopi fine robusta, baru mencapai 43 persen. Hingga menghambat keefektifan aktivitas perkebunan dan pemenuhan permintaan pasar.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, Monica Oudang, Ketua GoTo Impact Foundation (GIF), menekankan pentingnya membangun keberanian dan kapasitas setiap individu, untuk mendorong perubahan positif.
“Selama lima tahun bergerak bersama 138 changemakers, kami mempelajari bahwa perubahan sistemik dan berkelanjutan, bukan hanya tentang menghadirkan solusi yang tepat sasaran. Tapi bagaimana masyarakat bisa berdaya agar inovasi terus tumbuh di masa depan,” ujar Monica.
Dengan pendampingan intensif di Catalyst Changemakers Lab (CCLab), GIF mendorong para changemakers, termasuk Gandrung Tirta,untukmampu berinovasi secara kolektif dan kontekstual.
“Tujuannya bukan mengejar peningkatan produktivitas kopi semata. Juga untuk menyelesaikan akar permasalahan dengan menempatkan petani sebagai mitra dan meningkatkan minat generasi muda di bidang perkebunan,” jelasnya.
Karena itulah, GIF bersama changemakers, pemangku kepentingan dan masyarakat, meluncurkan inovasi agribisnis kopi berkelanjutan, bertajuk “Gandrung Tirta”, lewatprogram Catalyst Changemakers Ecosystem (CCE)3.0.
Inovasi tersebut, menggabungkan teknologi Internet of Things (IoT), Artificial Intelligence (AI),dan program pemberdayaan masyarakat.
Inisiatif ini mendukung para petani, pemuda dan ibu rumah tangga di Desa Ketindan, dalam memanfaatkan peluang pasar kopi domestik yang diperkirakan akan terus meningkat.
Untuk mewujudkan misinya, Gandrung Tirta, yang merupakan hasil sinergi dari empat organisasi, Agroniaga, BIOPS Agrotekno, FAM Rural, dan Rise Social, mengembangkan tiga strategi utama.
Yakni teknologi pertanian. Dimana pemanfaatan teknologi IoT dan AI, membantu petani meningkatkan kualitas, konsistensi dan produktivitas pertanian kopi.
Petani bisa memantau kesehatan tanaman dengan informasi berbasis data terstandar dari jarak jauh, mengoptimalkan penggunaan pupuk dan pestisida yang tepat sehingga mengurangi risiko gagal panen.
Selain itu, juga dengan pengelolaan limbah organik. Yakni dengan memberdayakan ibu rumah tangga, untuk mengelola limbah kulit kopi menjadi produk bernilai tambah seperti dompet kulit, bingkai kacamata, dan jam tangan.
Sebagai bagian dari pendekatan berkelanjutan, program ini juga memanfaatkan kembali limbah kopi untuk aktivitas perkebunan melalui produk anti-pest dan coffee peat, serta mengolah limbah organik dari kotoran hewan ternak menjadi pupuk cair dan pupuk padat.
Selain itu, juga ada strategi untuk Program Pemberdayaan Lembaga dan Pemuda. Yakni sebuah kegiatan edukasi dan pelatihan yang berfokus pada budidaya kopi berkelanjutan, wirausaha dan tata kelola kelembagaan untuk kelompok tani dan pemuda desa.
Program ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan mereka sehingga dapat mendukung terciptanya agribisnis kopi yang berkelanjutan.
Nasrullah Aziz, Perwakilan Konsorsium Gandrung Tirta, menyampaikan, penerapan strategi ini diharapkan dapat meningkatkan keterampilan petani dalam praktik budidaya kopi berkelanjutan (Good Agricultural Practices) hingga 80 persen. Serta mendorong peningkatan produktivitas kopi sebesar 18 persen pada tahun pertama.
Seiring peningkatan tersebut, pendapatan petani diharapkan naik hingga 15 persen.
Dalam acara peluncuran, Kepala Bappeda Kabupaten Malang, Tomie Herawanto, turut mendukung Gandrung Tirta sebagai mitra strategis, untuk mengakselerasi target indeks ekonomi hijau sebesar 66,84 persen pada 2045.
“Pengembangan agribisnis tidak hanya soal peningkatan produktivitas untuk memenuhi permintaan pasar, tetapi juga memastikan keberlanjutan daya dukung SDM dan lingkungan.”
“Kami mengajak seluruh pemangku kepentingan, untuk ambil bagian dalam inovasi Gandrung Tirta demi terwujudnya transformasi ekonomi hijau dan masyarakat Malang yang lebih sejahtera,” ujar Tomie.
Peluncuran inovasi agribisnis kopi di Malang tersebut, sekaligus menjadi penutup rangkaian peluncuran implementasi solusi CCE 3.0, yang telah dilaksanakan di Magelang, Lombok Tengah dan Belitung.
Keempat inovasi tersebut akan menjawab berbagai tantangan lokal yang mendorong peningkatan ekonomi dan kualitas hidup masyarakat, mulai dari pertanian regeneratif, ekosistem pariwisata hijau, hingga budidaya ikan di lahan pascatambang.
Selama satu tahun ke depan, para changemakers akan fokus membangun fondasi agar berbagai inovasi ini tumbuh secara mandiri bersama masyarakat.
“Hari ini merupakan tonggak sejarah baru, tentang bagaimana potensi sumber daya lokal, semangat gotong-royong dan teknologi, dapat menjadi kekuatan nyata untuk membawa perubahan di suatu wilayah.”
“Harapannya, gerakan kolaboratif ini dapat segera dirasakan manfaatnya oleh masyarakat secara maksimal dan bahkan direplikasi ke daerah-daerah lainnya. Sudah saatnya kita Berani untuk Berdaya,terbebasdari cara penyelesaian lama yang menghalangi ruang tumbuh kita,” tutup Monica. (*/Ra Indrata)