
MALANG POST – Paparan klorat yang berada dalam minuman bersoda, dalam jangka panjang, bisa menyebabkan masalah pada kesehatan.
Chief of the Emergency Medical Team (EMT) RSUD Karsa Husada Batu, dr. Jefri Efendi, menegaskan hal tersebut saat menjadi narasumber talkshow di program Idjen Talk. Yang disiarkan langsung Radio City Guide 911 FM, Sabtu (1/2/2025) kemarin.
Meski demikian, pihaknya juga menyebut hingga saat ini, memang belum ada kasus dimana kandungan klorat dalam minuman bersoda, berpengaruh pada kesehatan masyarakat di Indonesia
“Walaupun begitu, kewaspadaan tentu perlu ditingkatkan. Karena bisa saja di balik nikmatnya minuman bersoda itu, menyimpan ancaman berbahaya bagi penikmatnya,” jelasnya.
Kata Jefri, paparan jangka panjang terhadap klorat, bisa menyebabkan masalah kesehatan. Terutama gangguan hormon tiroid. Risiko ini lebih tinggi pada anak-anak.
“Selain itu, efek toksisitas jangka panjang lainnya, termasuk penurunan fungsi sel darah merah dan potensi kerusakan ginjal pada kasus keracunan akut,” tegas dr. Jefri.
Pihaknya juga menjelaskan, gejala keracunan klorat meliputi mual, karena sifatnya yang iritatif pada sistem pencernaan.
Pada anak-anak, konsumsi klorat berlebihan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan.
Menurut para peneliti dan para pakar, dibalik nikmatnya minuman bersoda itu menyimpan ancaman berbahaya. Karena satu kalengnya menyamai 10 sendok gula yang cukup untuk menghancurkan Vitamin B.
Padahal jika kekurangan Vitamin B, akan mengakibatkan buruknya pencernaan, lemahnya tingkat kesehatan, tegangnya urat syaraf, pusing, sulit tidur, cemas dan kejangnya otot.
Selain itu, juga mengandung CO2 yang menyebabkan lambung tidak bisa menghasilkan enzim yang sangat penting bagi proses pencernaan. Hal itu akan terjadi, jika mengkonsumsinya bersamaan dengan makan, atau setelahnya.
Juga menyebabkan peniadaan fungsi enzim-enzim pencernaan yang dihasilkan oleh lambung, yang selanjutnya tergganggunya proses pencernaan dan pengambilan sari-sari makanan.
Minuman bersoda juga mengandung zat asam fosfor, yang menyebabkan rapuh dan lemahnya tulang, khususnya pada usia pertumbuhan, dimana yang demikian banyak menjadikan keretakan pada tulang. (Anisa Afisunani/Ra Indrata)