MALANG POST – Dinamika politik jelang Pilkada Kota Malang mulai menghangat. Lantaran ketiga pasangan telah melakukan perbaikan berkas setelah mendaftar pada akhir Agustus lalu.
Tentu kedepannya akan ada strategi – strategi di antara ketiga pasangan untuk memperoleh hati pemilik suara. Hal menjadi perhatian akademisi Universitas Brawijaya (UB) untuk menggelar kegiatan Bincang dan Obrolan Santai (BONSAI) bersama para pakar.
Kali ini bertajuk “Karakter Pemilih Pada Pilkada Kota Malang”, di Kedai Griya Gayatri Jalan Veteran 6B UB Malang, Kamis (12/9/2024).
Tri Wahyu Basuki selaku Kepala Jumas UB dalam menyampaikan, universitas berperan menyampaikan ilmu pengetahuan dan hasil penelitian. Kemudian hasilnya didiskusikan dan didistribusikan kepada masyarakat.
Menghadirkan dua narasumber, yakni Andhyka Muttaqin S.AP., M.PA (Ketua Tim Peneliti Perilaku Pemilih di Era Digital) serta Novy Setia Yunas, S.Ip., M.Ip (Dosen Ilmu Politik FISIP UB dan Ketua Bidang Kerjasama BP2M FISIP UB).
Diskusi interaktif ini, menyoroti perubahan perilaku pemilih di era digital serta strategi kampanye yang semakin mengandalkan teknologi dan media sosial.
Pakar politik UB sebut tidak ada calon yang mendominasi dalam Pilkada Kota Malang. (Foto: istimewa)
Andhyka Muttaqin S.AP., M.PA, dalam penjelasannya membahas soal peta politik dan kontribusi akademisi dalam Pemilukada Kota Malang serta membagi karakteristik pemilih kedalam beberapa klasifikasi. Termasuk didalamnya peran Petronase dan Politik Uang, Segmentasi Pemilih dan isu lainnya.
“Ada pemilih tradisional dan pemilih rasional. Sedangkan untuk segmen pemilih muda di Kota Malang ini, dengan adanya pengaruh kampus besar seperti UB dan UM, cenderung lebih kritis. Memiliki kecenderungan untuk memilih calon yang dianggap mampu membawa perubahan. Mereka lebih responsif terhadap sejumlah isu global,” jelasnya.
Ia pun menyampaikan, jika dilihat dari perspektif politik, situasi Pemilukada Kota Malang menghadirkan beberapa pasangan calon. Yakni Wahyu Hidayat-Ali Muthohirin, Abah Anton-Dimyati Ayatullah dan Heri Cahyono-Ganis Rumpoko.
Ini mencerminkan dinamika kekuatan politik yang kompleks dan penuh strategi. Oleh karenanya peran akademisi dalam Pemilukada Kota Malang yang dinamis sangat penting. Terutama dalam konteks memberikan kontribusi intelektual, penguatan demokrasi dan peningkatan kualitas politik lokal.
Sementara itu, Novy Setia Yunas, S.Ip., M.Ip., menjelaskan soal Perilaku Politik di Era Digital Dalam Perspektif Sub Kultur Jawa Timur. Menurutnya, Pemilu 2024 ini juga menjadi penanda bahwa terdapat beberapa perubahan terhadap persepsi pemilih, maupun pendekatan politik yang digunakan oleh berbagai kandidat.
“Hal tersebut didorong oleh banyaknya jumlah pemilih muda atau gen Z pada Pemilu tahun ini. Kalau data dari KPU, 52 persen dari total 200 juta lebih penduduk Indonesia, masuk dalam DPT tahun ini,” tuturnya.
Ia melanjutkan, perkembangan teknologi juga berpengaruh terhadap berbagai perubahan. Mulai dari perilaku pemilih masyarakat, metode kampanye dari konvensional ke digital, pola rekruitmen dan pendidikan politik berbasis teknologi atau media sosial.
“Disrupsi teknologi yang sejalan dengan dominasi pemilih muda saat ini, juga menggeser pola patronase politik. Kalau dulu orang yang punya power atau berkharisma. Saat ini adalah mereka atau sosok yang jumlah followernya di dunia maya itu banyak,” tandasnya. (M Abd Rachman Rozzi-Januar Triwahyudi)