MALANG POST – Kondisi cuaca Kota Batu belakangan ini sedang panas-panasnya, terutama saat siang hari. Dengan kondisi cuaca ini, rasa-rasanya sangat cocok menikmati sajian semangkuk es campur.
Di Kota Batu ada es campur yang sudah melegenda. Mungkin sudah ada sejak pembaca Malang Post belum dilahirkan. Sebab es campur ini sudah dijual selam 70 tahun lamanya, tepatnya mulai 7 Agustus 1954.
Meski sudah dijual setengah abad lebih, rasa es campur ini tak pernah berubah. Sebab penjualnya masih dipegang orang pertama yakni Muhammad Said atau biasa dipanggil Mbah Said.
Mbah Said memulai petualangannya sebagai penjual es campur ketika usianya baru saja genap 16 tahun. Sedangkan saat ini, usia Mbah Said sudah 85 tahun. Saat ini, Mbah Said menjajakan es campur di sebuah gerobak kecil di Gang Kauman, Kelurahan Sisir, tepatnya di samping Masjid Agung An-Nur Kota Batu.
Meski sudah berusia 85 tahun, Mbah Said masih sangat cekatan menyajikan mangkuk per mangkuk es campurnya. Terkadang tangannya juga nampak bergetar ketika hendak menyajikan es campur.
Semangkuk es campur Mbah Said sebenarnya sederhana saja isinya, namun komplit dan segar. Berisikan agar-agar, tape, ketan hitam, kacang hijau, kolang-kaling, mutiara, roti, pemanis, susu dan disajikan dengan es parut yang melimpah.
Mbah Said terkenal akan keramahannya kepada setiap pembeli. Keramahan inilah yang menyebabkan para pelanggannya jatuh hati, selain cita rasa es campur buatannya yang telah melegenda.
“Saya pertama kali jualan es campur saat berusia 16 tahun. Waktu itu es campur saya jual dengan harga Rp60 sen per mangkok, sedangkan saat ini harganya sudah Rp 6 ribu per mangkok,” kata Mbah Said.
RACIK: Mbah Said saat meracikkan mangku per mangkuk es campur buatannya kepada setiap pembeli. (Foto: Ananto Wibowo/Malang Post)
Mbah Said mengisahkan, bahwa dia berjualan es campur dengan meminta modal dari orang tua. Saat itu dia ingin menikah namun tidak memiliki pekerjaan. Karena rumahnya berdekatan dengan Alun Alun yang waktu itu juga berfungsi sebagai pasar. Dia nekat berjualan pecah belah sebelum jualan Es Campur.
“Saat itu saya diberi modal oleh orang tua sebesar Rp1000. Lalu saya belanjakan bahan-bahan. Dari modal Rp1000 itulah saya bisa menghidupi keluarga saya hingga saat ini,” tuturnya.
Mbah Said sempat berdagang keliling sebelum kemudian menemukan tempat yang dipakainya berjualan sampai sekarang.
“Pindah kesini itu kira-kira tahun 1985. Dulu masih sepi. Tapi Alhamdulillah sejak Batu jadi kota wisata itu sekarang jadi ramai,” ujar pria yang tinggal di Kampung Klebengan, Kelurahan Ngaglik itu.
Meski Kota Batu dikenal dengan kota yang cenderung dingin. Menurut Mbah Said, dengan kombinasi ketan hitam dan tape yang ada di dalam es campur racikannya, membuat es campur tersebut tidak sepenuhnya dingin ketika masuk ke tubuh.
“Dengan kombinasi ketan hitam dan tape, membuat tubuh sedikit hangat ketika menikmati es campur ini,” katanya.
Karen termasuk es campur legendaris, Mbah said memiliki pelanggan dari berbagai kalangan. Dari pegawai, pelajar hingga Almarhum mantan Wali Kota Batu, Eddy Rumpoko.
Kenangan dengan Eddy Rumpoko sangat membekas di ingatan Mbah Said. Menurutnya, pria yang akrab disapa ER itu dulunya juga sering nongkrong minum es campur bikinannya.
“Kalau bulan puasa, pasti pak Eddy nongkrong disini setelah Shalat tarawih. Saya sering menolak uang yang diberikan, tapi beliau pasti memaksa,” jelasnya.
Saat ini, Mbah said memiliki 2 orang anak, 5 orang cucu dan 6 orang cicit. Dari ketekunannya menjual es campur itu, dia berhasil menghidupi keluarganya bahkan bisa menyekolahkan anak-anaknya hingga ke perguruan tinggi. (Ananto Wibowo)