
TRAUMA: Wali Kota Blitar, Santoso, saat memberi keterangan resmi soal penolakan Stadion Soeprijadi menjadi homebase Arema FC. (Foto: Harian Disway)
MALANG POST – Keinginan Arema FC untuk berkandang di Blitar, tampaknya bertepuk sebelah tangan. Bayang-bayang menjadikan Stadion Soeprijadi di Kota Blitar, sebagai homebase dalam menjamu kontestan Liga 1 musim 2024/2025 menjadi hilang.
Itu setelah Wali Kota Blitar, Santoso, atas nama warga Kota Blitar, belum bisa menerima stadion berkapasitas 10 ribu penonton tersebut, digunakan untuk kandang Arema FC.
Trauma terjadinya kerusuhan di Blitar, 18 Februari 2020 lalu, belum bisa dihilangkan dari benak warga Kota Blitar.
Kerusuhan itu terjadi, ketika semifinal Piala Gubernur Jawa Timur 2020, digelar di Stadion Soeprijadi. Mempertemukan antara Arema FC lawan Persebaya. Yang berkesudahan 4-2 untuk kemenangan Persebaya.
Meski status laga tersebut tertutup, alias tak boleh dihadiri penonton. Namun kerusuhan justru terjadi di luar stadion. Tepatnya di Jalan Kapuas. Ketika Bonek (suporter Persebaya) bertemu dengan Aremania (suporter Arema FC).
Emosi Bonek ketika itu tersulut, setelah mendengar informasi seorang Bonek dipukul warga sekitar yang mengaku Aremania. Mereka pun langsung meluapkan emosi dengan membakar ban di tengah jalan. Serta merembet pada pembakaran sejumlah sepeda motor.
“Mobil saya juga jadi korban. Kaca hancur bagian depan dan belakang,” kata Wali Kota Blitar, Santoso, saat ditemui Disway di Makam Bung Karno, Kamis (6/6/2024) kemarin.
Tidak itu saja, Santoso juga menyaksikan secara langsung, bagaimana oknum suporter tersebut, membakar kendaraan milik warga. Termasuk merusak warung hingga sawah.
“Nah, menghilangkan trauma ini yang nggak semudah dibayangkan,” tegas politikus PDI Perjuangan itu.
Kemudian di tambah lagi dengan terjadinya Tragedi Kanjuruhan, pada 1 Oktober 2022 lalu. Yang merenggut ratusan nyawa suporter. Meski kejadiannya jauh di Stadion Kanjuruhan, Kepanjen, Kabupaten Malang.
Tetapi tragedi itu juga melibatkan Arema FC dan Persebaya Surabaya. Yang menjadikan trauma warga Kota Blitar semakin parah.
“Karena itu, untuk saat ini, masyarakat Kota Blitar belum siap untuk menerima Stadion Soeprijadi dijadikan homebase oleh Arema FC,” tandasnya.
Meskipun tak terkait langsung dengan pertandingan Arema FC dan Persebaya, Santoso menekankan, masyarakat butuh waktu lama untuk bisa kembali menikmati pertandingan sepak bola secara aman dan damai.
Padahal sebelumnya, wacana Arema FC menjadikan Stadion Soeprijadi, sudah mulai melangkah pada rencana-rencana perbaikan stadion.
Tentunya sembari menunggu persetujuan PSSI dan PT Liga Indonesia Baru, sebagai operator kompetisi Liga 1 musim 2023/2024.
Perbaikan itu dilakukan pada sektor tribun. Yang harus dipisahkan antara sektor VIP dan pemain. Termasuk perbaikan lainnya, agar bisa memenuhi standar pertandingan kompetisi Liga 1.
“Ya, nanti ada perbaikan lagi dari tim Arema Malang. Biaya perbaikan akan ditanggung Arema FC, mengingat Pemkot Blitar tak memiliki anggaran untuk itu,” kata Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kota Blitar, M. Amin Nurcholis.
Hanya saja, dengan penolakan Wali Kota Blitar, bisa jadi apa yang sudah ‘deal’ antara manajemen Arema FC, Dispora Kota Blitar dan Askot PSSI Kota Blitar, bakal batal dengan sendirinya. (*/disway/ra indrata)