MALANG POST – Efek samping vaksin Covid-19 jenis Astrazeneca tengah jadi perbincangan hangat ditengah kalangan masyarakat. Utamanya mereka yang telah tervaksinasi menggunakan vaksin buatan Inggris itu.
Diketahui vaksin itu dapat menyebabkan efek samping Thrombosis Thrombocytopenia Syndrome (TTS), atau dapat menimbulkan efek samping langka berupa pembekuan darah dan pendarahan di otak. Hingga akhirnya Astrazeneca menarik vaksin Covid-19nya.
Dengan efek samping yang dapat timbul itu. Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Batu belum menemukan kasus efek samping dari penggunaan vaksin Astrazeneca. Karena itu, masyarakat dihimbau untuk tidak khawatir dampak dari vaksin Astrazeneca yang sudah diterima pada saat pandemi lalu.
Selain itu, vaksin ini sudah tidak digunakan di Indonesia sejak tahun lalu. Perusahaan farmasi pengampunya telah meminta produk tersebut ditarik dari pasaran beberapa waktu lalu.
Kabid Pencegahan, Pengendalian Penyakit dan Penanganan Bencana Dinkes Kota Batu, dr Susana Indahwati menyatakan, berdasar penjelasan publik Badan POM RI Nomor HM.01.1.2.05.24.35, tentang pemantauan jangka panjang keamanan vaksin Covid-19 Astrazeneca. Efek samping tersebut benar terjadi, namun dalam kasus yang sangat langka.
“Keamanan vaksin Covid-19 Astrazeneca terkait kejadian TTS atau pembekuan darah yang diberitakan oleh media Inggris dan beberapa media nasional, telah dimonitor oleh BPOM dalam pemantauan Post Authorization Safety Study (PASS),” tutur Susan, Senin, (13/5/2024).
VAKSINASI: Masyarakat Kota Batu saat mengikuti vaksinasi Covid-19 beberapa tahun lalu. (Foto: Ananto Wibowo/Malang Post)
Dia menambahkan, industri farmasi pemegang Emergency Use Authorization (EUA), wajib melaksanakan PASS dan menyampaikan laporan kepada BPOM. Mengingat pada 22 Februari 2021 dan lebih dari 73 juta dosisnya telah digunakan dalam program vaksinasi di Indonesia.
“Pemantauan keamanan vaksin di Indonesia juga dilakukan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes), bersama dengan Komite Nasional Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KOMNAS PP KIPI),” imbuhnya.
Pemantauan ini termasuk pelaksanaan surveilans aktif, terhadap Kejadian Ikutan dengan Perhatian Khusus (KIPK) pada program vaksinasi Covid-19 selama periode Maret 2021–Juli 2022. Dilakukan di 14 rumah sakit sentinel atau lokasi pelaksanaan surveilan aktif di tujuh provinsi di Indonesia.
“Hasil kajiannya memang ada namun sangat jarang. Analoginya hanya terdapat satu kasus dalam 10 ribu kejadian. Terlebih hingga bulan April 2024 kemarin, tidak terdapat laporan kejadian terkait keamanan, termasuk kejadian TTS di Indonesia yang berhubungan dengan vaksin Covid-19 Astrazeneca,” terangnya.
Lebih lanjut, kejadian TTS yang sangat jarang tersebut terjadi pada periode 4 sampai dengan 42 hari setelah pemberian dosis vaksin Covid-19 Astrazeneca. Sehingga apabila terjadi di luar periode tersebut, maka kejadian TTS tidak terkait dengan penggunaan vaksin tersebut.
Susan menjelaskan, ketika mengalami peristiwa TTS maka bisa langsung pergi ke rumah sakit atau puskesmas terdekat. Tanyakan peristiwa tersebut pada ahlinya. Karena apabila hanya mendengarkan isu yang belum jelas dan ikut menyebarkan maka berpotensi menjadi hoaks.
“Sementara itu, untuk peristiwa sakit meriang dan demam pada kebanyakan masyarakat saat ini. Tidak ada kaitannya dengan efek vaksin Covid-19 Astra Zeneca,” tutup Susan. (Ananto Wibowo)