Oleh: Dahlan Iskan
PERTANYAANNYA: mengapa kapal itu bisa menabrak jembatan yang begitu penting. Apakah pilot kapalnya tertidur seperti di Batik Air?
Jawabnya: kapal itu kehilangan power. Lalu tidak bisa dibelokkan. Akibatnya: kapal menabrak pilar jembatan yang panjangnya 3 km itu. Di Baltimore. Dekat Washington DC.
Anda sudah lihat videonya: jembatan yang begitu anggun runtuh. Ambruk ke laut. Pertama di bagian yang ditabrak. Lalu di bagian tengahnya. Disusul di bentang pinggirnya.
Saya melihat video itu berkali-kali. Sambil membayangkan betapa sering saya melewatinya.
Begitu dramatis peristiwa itu. Begitu mahal. Begitu vital bagi hubungan antar negara bagian di sekitar itu.
Begitu pentingnya jembatan anggun itu sampai diberi nama: Francis Scott Key. Anda sudah tahu siapa Key: penyair yang juga pengacara. Ketika lagi mengagumi gagahnya bendera Amerika berkibar, Key menciptakan puisi. Lalu jadi lagu. Kian lama kian populer. Dinyanyikan di acara-acara patriotik. Mengalahkan lagu kebangsaan Amerika.
Mungkin mirip Kebyar-Kebyar-nya Gombloh. Lama-lama lagu puisi Key itu dinyatakan resmi sebagai lagu kebangsaan Amerika: The Star-Spangled Banner.
Suasana kebatinan Key saat itu memang sublim: Inggris lagi menggempur Amerika. Di perang tahun 1812. Tapi bendera Amerika berkibar gagah di tengah gempuran.
Hari-hari ini bendera Amerika layak dikibarkan lagi di lokasi reruntuhan jembatan yang berumur 50 tahun itu.
Kenapa mesin kapal mati? Itulah yang masih diselidiki. Kapal ini begitu besar: panjangnya tiga kali lapangan sepakbola. Hampir 300 meter. Penuh dengan muatan peti kemas. Sampai menggunung di atas kapal.
Nama kapal: Dali.
Buatan Hyundai, Korsel, 2015.
Dali berbendera Singapura. Belum tentu milik Singapura.
Dali belum setengah jam meninggalkan pelabuhan besar Baltimore. Kapal itu akan menuju Sri Lanka. Pelabuhan Baltimore berada di muara sungai Patapsco. Saking lebarnya muara sungai itu sampai seperti teluk.
Selepas pelabuhan, kapal harus berjalan pelan. Terutama ketika harus melintas di bawah jembatan yang begitu tinggi, panjang, dan anggun.
Tinggi jembatan itu 56 meter dari air: sangat tinggi kan? Kapal setinggi apa pun mestinya sangat aman lewat di bawahnya.
Lebar bentang tengahnya pun luar biasa. Lebih lebar dari mulut politisi mana pun: 366 meter. Harusnya dikemudikan sambil tidur pun kapal bisa lewat dengan aman.
Tapi mesin utama kapal tiba-tiba mati. Yakni pada saat kecepatan kapal 8 knot. Malam tidak kelam. Lampu di kawasan itu menyala tanpa pakai prinsip hemat energi. Tapi udara waktu sahur malam itu masih agak dingin: 9 derajat. Pukul 01.30.
Kapten kapal tidak tertidur. Sang kapten segera kirim penanda SOS. Gunanya: agar jalan raya I-695 ditutup.
Itu memang bukan satu-satunya jalan yang menghubungkan Washington/Maryland ke Philadelphia/New York. Di dekat pelabuhan Baltimore itu masih ada satu lagi jembatan yang melintas muara sungai. Lebih ke kota. Lebih pendek. Kapal tidak perlu melewati bawahnya.
Maka tidak ada mobil yang lalu-lalang di atas jembatan yang ambruk. Kalau toh ada 8 orang yang tercebur ke laut itu para pekerja perawatan jembatan. Dua di antaranya ditemukan hidup.
Setelah kirim kode SOS kapten kapal juga melakukan prosedur darurat berikutnya: melepaskan jangkar. Maksudnya: agar kapal terpaksa berhenti
Setiap kapal besar dilengkapi dua jangkar: di kanan depan dan kiri depan. Jangkar itu beratnya 6 ton. Bisa menghunjam ke dasar laut. Lalu yangkut di situ.
Anda sudah tahu: rantai jangkar itu panjangnya 300 meter. Pasti jangkarnya bisa mencapai dasar laut di dekat pelabuhan.
Harusnya lima menit setelah jangkar kapal bisa berhenti. Itu kalau jangkar berfungsi. Kapal pun tidak sampai menabrak jembatan.
Nyatanya Dali menabrak jembatan. Berarti saat jangkar dilepas posisi Dali sudah terlalu dekat dengan jembatan.
Tinggallah perusahaan asuransi yang pusing. Juga Joe Biden. Presiden Amerika itu baru saja pusing memperjuangkan anggaran di DPR: untuk memperbaiki banyak jembatan kecil yang sudah renta. Tiba-tiba saja jembatan besar yang amat ikonik runtuh.
Atau itu justru rezeki bagi Biden. Terutama menjelang Pilpres seperti ini. Kecepatannya bersikap –segera dibangun kembali secepat mungkin dengan biaya pemerintah federal– akan menghapus kesan ia sudah terlalu tua dan lamban.
Jangan-jangan bisa selesai sebelum Pilpres bulan November depan.
Pekerjaan pertama tentu ini dulu: mengangkat reruntuhan jembatan dari muara sungai. Sampai benar-benar bersih.
Tanpa pembersihan itu pelabuhan Baltimore tetap lumpuh. Kapal tidak bisa keluar dan masuk. Termasuk yang lagi dock –direparasi di Baltimore. Padahal Baltimore pelabuhan besar.
Kapal itu seperti manusia. Wajib check-up setahun sekali. Harus dikirim ke dock. Lalu diperiksa oleh badan pemeriksa kapal: masih layak jalan atau harus masuk perawatan.
Di Indonesia badan pemeriksa kapal itu disebut BKI –Biro Klasifikasi Indonesia. Di bawah menteri BUMN dan menhub.
Kehilangan power seperti itu belum tentu karena kegagalan waktu docking.
Di Jepang BKI-nya disebut NK. Di Jerman GL. Di AS disebut ABS.
Mesin, lambung kapal, dan perlengkapan keselamatan harus lolos dari BKI. Baru boleh jalan.
Jadi: saya juga tidak tahu siapa yang bersalah.
Mungkin si Komeng. (*)