Malang Post – Musim penghujan, menjadi berkah bagi daerah-daerah di Indonesia. Terutama daerah yang sepanjang kemarau, mengalami kesulitan air bersih. Juga bagi mereka yang tinggal jauh dari mata air.
Tak jarang, saat musim penghujan datang, beberapa masyarakat menampungnya untuk keperluan sehari-hari. Mulai dari bersih diri hingga memasak.
Namun tak banyak yang tahu, ternyata air hujan tak selalu layak konsumsi.
Prof. Dr. Ainur Rofieq, M.Kes., dosen program studi Pendidikan Biologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menyatakan, air hujan bisa diminum. Tapi dengan beberapa faktor keamanan yang harus dipenuhi.
Meski secara kasat mata terlihat bersih, namun ketika jatuh ke tanah atau atap, air hujan dapat tercemar polusi seperti debu, kotoran burung atau bahan kimia yang ada di udara.
Tak hanya berpotensi mengandung mikroba dan zat kimia, Rofiq juga menyampaikan, air hujan memiliki kandungan asam yang tinggi. Kondisi ini dapat merusak lingkungan dan mengurangi kualitas air.
Sementara logam berat seperti timbal atau merkuri yang mungkin terdapat dalam air hujan, juga berbahaya bagi kesehatan jika terkonsentrasi dalam jumlah tinggi.
“Selama hujan deras, air tanah dapat terkontaminasi dengan berbagai bahan kimia dan mikroorganisme yang berbahaya bagi kesehatan manusia.”
“Mikroba seperti bakteri, virus dan parasit, dapat menyebabkan penyakit seperti diare, kolera, demam tifoid, infeksi kulit, infeksi saluran pernapasan dan bahkan kolera,” tambahnya.
Oleh karenanya, sebelum dikonsumsi penting untuk selalu memastikan, air hujan telah dimasak dahulu. Untuk membunuh bakteri dan mikroorganisme lain, yang mungkin ada di dalamnya.
Penggunaan alat penyaring atau pembersih air yang sesuai, juga dapat membantu memastikan air hujan aman untuk diminum.
“Dengan memahami risiko-risiko terkait dengan air hujan yang terkontaminasi, kita dapat menjaga kualitas air minum kita. Serta melindungi diri serta keluarga kita, dari bahaya yang mungkin timbul.”
“Jangan abaikan pentingnya pengujian dan langkah-langkah pencegahan, karena kesehatan kita adalah hal yang berharga,” pungkasnya. (M. Abd. Rahman Rozzi)