Malang Post – Pemkot Batu berencana, mulai 30 Agustus 2023 sampah yang bisa masuk ke TPA Tlekung hanya sampah residu saja. Sedangkan sampah organik, anorganik dan B3 harus diolah mandiri di TPS3R yang ada di masing-masing desa/kelurahan Kota Batu.
Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Tim Percepatan Penyelesaian Permasalahan Pengelolaan Sampah Kota Batu, Sugeng Pramono, Selasa (29/8/2023). Dengan kebijakan tersebut, diperkirakan sampah yang masuk TPA Tlekung tinggal menyisakan 10-20 persen dari jumlah biasanya.
“Mulai 30 Agustus, sampah yang bukan residu tidak diterima di TPA. Jika ada yang tetap masuk, akan dikembalikan ke asalnya,” tutur Sugeng.
Hal tersebut diambil sesuai dengan hasil kesepakatan bersama dalam beberapa pertemuan sebelumnya. Dimana harus ada pembatasan sampah yang masuk ke TPA Tlekung. Nantinya sampah organik dan anorganik akan dikelola di TPS3R yang ada di masing-masing desa/kelurahan.
“Meski ada beberapa desa yang belum siap dengan hal tersebut. Karena prasarana dan kelembagaan belum siap mengelola. Akan tetap kami suport TPS3R di masing-masing kelurahan/desa. Apapun kondisinya, masing-masing desa harus ada TPS3R,” tegasnya.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Batu, Aries Setiawan menyampaikan, dari 14 TPS3R yang ada di Kota Batu. Saat ini yang bisa beroperasi maksimal hanya lima TPS3R saja.
“Beberapa diantaranya adalah TPS3R yang ada di Kelurahan Dadaprejo, Desa Sumbergondo, Punten dan dua daerah lainnya,” beber Aries.
Dengan adanya kebijakan tersebut. Masyarakat Desa Tlekung langsung membuat TPS3R didaerahnya. Walaupun Pemkot Batu telah memberi kelonggaran, untuk Desa Tlekung tak perlu membuat TPS3R karena sudah ada TPA.
Ketua Tim Penanganan Sampah Desa Tlekung, Samsul Arifin menyampaikan, walaupun kami diberi kelonggaran tidak membuat TPS3R kami tetap buat sendiri. Warga setempat secara bergotong royong melakukan pembuatan TPS3R tersebut.
“Untuk anggaran pembuatan, karena saat ini masih belum ada. Masyarakat setempat dengan sadar iuran. Jumlah kebutuhan anggaran untuk merealisasikan TPS3R itu lebih dari Rp15 juta,” bebernya.
Di TPS3R tersebut, dalam sehari dapat menampung sampah warga Tlekung sekitar 2-3 ton. “Pembuatan TPS3R itu merupakan bentuk sportivitas kami untuk membuat TPS3R. Agar sama dengan desa/kelurahan lain yang ada di Kota Batu,” imbuhnya.
Pembuatan TPS3R tersebut juga untuk berjaga-jaga apabila hal terburuk benar-benar terjadi. Yakni penutupan TPA Tlekung pada 30 Agustus ini.
“Tenggang waktu penanganan TPA Tlekung sudah diberi hingga 30 Agustus. Besok kita lihat saja apa yang terjadi. Ini sesuai perjanjian yang telah disepakati. Ini merupakan salah satu solusi agar seluruh Kota Batu berfikir tentang sampah,” jelasnya.
Dia membeberkan, TPA Tlekung sudah overload sejak tahun 2015. Karena itu, apapun yang terjadi pada 30 Agustus 2023 semuanya harus sudah siap. Serta berkomitmen bersama melakukan penanganan samah di Kota Batu.
“Dalam hal ini, tidak ada yang jadi provokator, tidak ada yang disalahkan, tidak ada yang diunggulkan dan tidak ada pahlawan kesiangan. Semuanya adalah pahlawan lingkungan hidup untuk keberlangsungan masyarakat Kota Batu,” kata dia.
Samsul juga mengungkapkan, persoalan sampah tidak hanya terjadi di Kota Batu saja. Namun juga terjadi di Yogyakarta dan sudah ditutup oleh Pemprov. Kemudian di Bandung dan pemdanya juga sudah turun tangan. Lalu di Bali, dimana Pemprov Bali juga sudah berancang-ancang untuk menutup karena sudah overload.
“Tidak ada yang disalahkan dan diuntungkan disini. Semua sama-sama mencari solusi,” tandas dia. (Ananto Wibowo)