Pandemi yang hampir satu tahun melanda tanah air, dan belum ada tanda tanda akan segera berakhir, membuat para pelaku ekonomi begitu merasakan dampaknya. Mulai dari pelaku usaha yang bergerak dibidang penyedia makanan dan minuman, perdagangan, transportasi hingga usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Tetapi dengan adanya program pemerintah pro-rakyat, beberapa pelaku usaha optimistis ekonomi akan segera pulih dan normal kembali.Optimisme juga datang dari Forum Komunikasi Warga Tionghoa Malang Raya (FKWTMR). Mereka menilai bahwa ditahun 2020 bisa dilewati dengan cukup baik, meski banyak yang terdampak pandemi.
Tahun lalu inflasi masih bisa ditekan,serta dolar juga masih cukup stabil dan cenderung turun. Dengan digantinya kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) ke Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), merupakan sebuah hal yang positif. Pergerakan ekonomi harus tetap dilakukan, meski dengan berbagai pembatasan yang ketat.
“Tidak mungkin pemerintah setiap hari harus membiayai semua kebutuhan masyarakat.Apabila nantinya tetap diberlakukan PSBB tanpa ada mobilitas sama sekali, jadi sudah cukup tepat apabila pemerintah juga memperhitungkan dampak ekonomi. Salah satunya menghapus PSBB yang cukup memukul pelaku usaha,”ungkap Linggarjanto Budi Oetomo, Caretaker Forum Komunikasi Warga Tionghoa Malang Raya.
Linggarjanto Budi Oetomo menambahkan, FKWTMR yang anggotanya terdiri dari 13 perkumpulan masyarakat Tionghoa dan banyak mengeluti bidang usaha di Malang Raya ini, mengakui bahwa hampir semua pengusaha merasakan dampak pandemi. Keuntungan turun sekira 70 persen yang akhirnya berpengaruh kepada pemangkasan biaya oprasional dan pengurangan jam kerja karyawan. Ini sebagai bentuk mengencangkan “ikat pinggang” oleh pengusaha.
“Dengan adanya istilah halus pembatasan pergerakan seperti PSBB ini, seolah masyarakat dibuat mati kutu tidak boleh kemana-mana, lebih baik diam dan menjadi tahanan rumah”. tegas pendiri Optik Internasional Group ini.
Dalam penerapan PPKM Jilid II, Pemkot Malang memang meminta pelaku usaha, khususnya rumah makan, restoran, dan kafe, untuk tertib menerapkan pembatasan pengunjung sebesar 25 persen dari total kapasitas. Menurut Wali Kota Malang Sutiaji, hasil operasi gabungan oleh jajaran Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kota Malang, masih ditemukan tempat-tempat yang melanggar pembatasan jumlah pengunjung.
“Kami cek di lapangan, untuk melihat kepatuhan terkait pembatasan kapasitas. Ada yang melanggar, lebih dari 50 persen dari total kapasitas,” ungkapnya.
Terkait aturan pembatasan itu tertuang pada Surat Edaran (SE) Wali Kota Malang Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan untuk Pengendalian Penyebaran Covid-19 di Kota Malang. Dalam SE itu, para pengunjung rumah makan termasuk kafe, jumlah pengunjung dibatasi 25 persen, dengan jam operasional pukul 07.00 hingga 20.00 WIB. Untuk perkantoran, diminta untuk menerapkan skema work from home (WFH) untuk 75 persen karyawan.
Para pelaku usaha diminta Sutiaji untuk bisa menerapkan skema pembatasan jumlah pengunjung secara ketat. Para pengunjung kafe atau rumah makan diharapkan tidak menimbulkan kerumunan yang berpotensi menyebarkan virus Covid-19.
“Untuk satu keluarga masih bisa, karena tidak mungkin dibedakan, karena akan makan bersama. Namun, jika bukan satu keluarga, tempat duduk harus dibedakan, diberi tanda,” ungkapnya.
Terkait penerapan protokol kesehatan khususnya di rumah makan, dan kafe, diharapkan menjadi perhatian serius oleh pelaku usaha, dan juga masyarakat. Penerapan protokol kesehatan harus terus dipatuhi untuk menekan penyebaran COVID-19. “Pengusaha harus punya kesadaran, kita tidak mau ekonomi terus menerus seperti ini. Tetapi masyarakat juga harus menjaga ketertiban dan kedisiplinan,” katanya. (Zia Muttaqien-Joffa Safik-Eka Nurcahyo)