
DIGAJI: Pemain-pemain Arema saat berlatih, sebelum dihentikan karena kompetisi mundur. Mereka tetap akan mendapatkan haknya meski tidak ada kompetisi. Aria Cakraningrat/DI’s Way Malang Post
Malang – Faktor finansial menjadi dampak terbesar. Paling terasa dialami Arema FC bersama 17 klub-klub peserta kompetisi Liga 1 2020 lainnya. Setelah PSSI dari hasil rapat Executive Committee (Exco), lewat Surat Bernomor 2284/AGB/417/X-2020, memutuskan menunda kompetisi sampai awal Januari 2021.
Jika kompetisi benar-benar akan dilanjutkan pada awal Januari 2021, genap sudah sembilan bulan Arema harus berjuang ektra keras, mengatasi biaya operasional. Jumlahnya juga tidak sedikit.
Praktis selama sembilan bulan vakum kompetisi, Singo Edan harus ‘hidup’ tanpa adanya dukungan dana sponsorship, yang baru dicairkan jika kompetisi kembali bergulir. Hanya mengandalkan dua kali subsisidi dari PT Liga Indonesia Baru (PT LIB). Total sebesar Rp1,040 miliar.
Sementara salah satu pemasukan terbesar Arema, selama semusim dari ticketing pun nihil didapatkan. Yang rata-rata semusim, bisa mencapai kisaran Rp 8 miliar. Pun dengan puluhan iklan insidentil, pada di e-board electric LED di Stadion Kanjuruhan. Angka yang hilang, sekitar Rp10 miliar.
‘’Keputusan PSSI untuk ketigakalinya menunda seluruh kompetisi, hingga awal tahun depan, karena tak mendapat izin keamanan Polri, yang utama tentu kami klub-klub menunggu tindak lanjut dari PSSI dan PT LIB. Terutama yang berkaitan dengan survive klub, setelah adanya keputusan itu,’’ jelas Media Officer Arema, Sudarmaji.
Dan hingga kemarin, Arema masih menunggu arahan dari mereka, yang belum juga datang. Padahal selama sembilan bulan, sejak pertengahan Maret 2020 hingga awal Januari 2021, aktivitas latihan masih dilakukan. Termasuk membayar gaji pemain, pelatih, ofisial tim dan staf kesekretariatan.
Sesuai regulasi dan skema penggajian dari PSSI, berdasar SKEP/48/III/2020 tanggal 27 Maret, semua klub diperbolehkan membayar gaji pemain, pelatih dan staf tim lainnya sebesar 25 persen dari besaran normal, sampai dengan H-1 bulan kick-off lanjutan kompetisi.
Setiap bulannya, manajemen Singo Edan harus merogoh kocek kurang lebih Rp 800 juta untuk gaji pemain, tim pelatih, ofisial tim, staf kantor Arema dan biaya rutin untuk mess pemain dan lain-lain, selama 10 bulan, jika lanjutan kick-off dimulai januari 2021.
‘’Seperti yang sudah bisa kita tebak, akan lebih banyak biaya operasional keluar, yang harus kami bayarkan di saat tidak ada kompetisi. Dana dari sponsorship sendiri, baru cair ketika peluit kick-off Liga 1 2020 dimulai lagi. Tentu saja kondisi itu sungguh berat bagi klub,’’ ungkapnya.
Disitulah, kata dia, betapa pentingnya peran PSSI, untuk mendesak PT LIB memenuhi komitmen konsekuen mengucurkan dana subsidi yang dibutuhkan klub. Subsidi itu, sangat membantu klub, karena bisa dipakai untuk menggaji semuanya. Meskipun besarnya 25 persen sesuai dengan keputusan PSSI, tetap saja menjadi pengeluaran bulanan terbesar klub.
PT LIB sendiri memberikan subsidi untuk tim-tim Liga 1 2020 total senilai Rp 5,2 miliar setiap klubnya. Dibayarkan atau dicairkan per termin. Sejak kompetisi dimulai akhir Februari 2020 lalu dan terhenti karena pandemi Covid-19 medio Maret 2020, hingga kini PT LIB baru membayar dua termin. Pertama pada Mei 2020 lalu senilai Rp 520 juta dan termin kedua juga Rp 520 juta, yang dicairkan pada Juli 2020. (act/rdt)