Yogyakarta – Dalam beberapa tahun terakhir, setiap bulan September, masyarakat selalu dihadapkan pada kontroversi pemutaran film Penghianatan G30S/PKI. Ada yang berpendapat film tersebut harus diputar untuk mengingat kembali kekejaman PKI masa itu. Namun adapula yang menilai, pemutaran kembali film tersebut adalah kemunduran, karena film tersebut dianggap hanya propaganda, bukan fakta sejarah.
Terkait polemik tersebut, Pakar sejarah dari UGM, Sri Margana, menilai tidak ada masalah pemutaran kembali film tersebut. Dosen Departemen Sejarah FIB UGM ini menyampaikan bahwa penayangan film ini dihentikan sejak reformasi 1998. Telah ada kajian-kajian yang mendasari penghentian terhadap besutan sutradara Arifin C. Noer, salah satunya film tersebut dinilai cacat fakta.
Seperti dalam rilis Humas UGM, cacat fakta yang dimaksud diantaranya soal kisah penyiksaan di luar batas kemanusiaan kepada para jenderal di Lubang Buaya. Hasil visum yang dilakukan para dokter tidak terbukti ada penyiksaan seperti pencukilan mata, pemotongan alat kelamin dan lainnya.
“Film ini terbukti cacat fakta yang sudah diakui oleh sutradaranya sendiri. Misalnya soal penyiksaan para jenderal sebelum dimasukan di Lubang Buaya itu terbukti dari arsip-arisp visum tidak ada, hanya dramatisasi,” urainya.
Adegan tersebut menurutnya hanya rekayasa yang dibuat oleh sutradara Arifin C.Noer agar lebih dramatis.
Lebih lanjut Margana menekankan perlunya upaya sensor, karena adanya adegan kekersan dalam film itu, terlebih film itu berpeluang dilihat oleh anak-anak.
“Sebaiknya yang ada unsur kekerasan tidak perlu ditayangkan, lagi pula faktanya tidak ada penyiksaan,”terangnya.
Ia juga berpendapat, menjadikan peristiwa yang terjadi pada tahun 1965 sebagai memori kolektif bangsa merupakan hal yang baik agar persitiwa serupa tidak terulang kembali. Namun, dia meminta masyarakat untuk tidak mewariskan dendam masa lalu pada generasi berikutnya. Pasalnya, konflik saat itu sebenarnya terjadi akibat dari adanya gesekan antar kelompok politik.
“Yang mengerikan itu hendak diwariskan pada semuanya yang tidak berkaitan dengan masalah itu. Jadi jangan wariskan dendam,” ujarnya.
Lebih lanjut ia menilai, masyarakat sudah cerdas untuk menilai kebenaran dalam film tersebut.
“Masyarakat saat ini sudah cerdas. Sudah banyak beredar fakta-fakta baru terkait peristiwa G30S/PKI sehingga orang bisa membuat penilaian mana yang benar dan tidak di film itu,” tuturnya saat dihubungi Rabu (30/9). (ugm/anw)