MALANG POST – Dunia kerja harus lebih adaptif dengan potensi penyandang disabilitas.
Karena itulah, Yayasan Waroeng Inklusi Malang, mengupayakan kesetaraan peluang kerja bagi penyandang disabilitas.
Direktur Yayasan Waroeng Inklusi Malang, Afifah Setiani, ketika menjadi narasumber talkshow di program Idjen Talk, yang disiarkan langsung Radio City Guide 911 FM, mengatakan, pelatihan dan sosialisasi kepada perusahaan menjadi hal penting untuk menumbuhkan pemahaman tentang dunia kerja ramah disabilitas.
“Kami secara aktif memberi pelatihan itu termasuk pembekalan soft skill, agar penyandang disabilitas juga bisa beradaptasi di lingkungan profesional,” katanya, Kamis (30/10/2025).
Ke depannya, Afifah berharap kolaborasi antara pemerintah, dunia usaha dan berbagai pihak lain, bisa mempercepat terwujudnya kesetaraan kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas di Malang.
Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Malang, juga terus mendong perusahaan, memberikan peluang kerja bagi penyandang disabilitas.
Kata Sekretaris Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Malang, Mochamad Yekti Pracoyo, pihaknya terus berupaya memperluas kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas.
“Sampai saat ini, lebih dari 190 pekerja disabilitas sudah bekerja di puluhan perusahaan,” jelasnya.
Disnaker, tambah Yekti, menjalin kerja sama dengan berbagai pihak. Seperti perusahaan swasta dan institusi pendidikan, dalam memberi pelatihan kerja dan pendampingan psikologis bagi penyandang disabilitas di dunia kerja.
“Disnaker juga memberikan reward kepada perusahaan yang berkontribusi aktif, dalam penyerapan tenaga kerja disabilitas. Meskipun tidak semua sektor pekerjaan bisa diakses oleh penyandang disabilitas,” tandasnya.
Sementara itu, Kaprodi Kesejahteraan Sosial FISIP Universitas Muhammadiyah Malang, Hutri Agustino., S.Sos., M.Si., Ph.D. menilai, penyediaan kuota lapangan kerja yang inklusif bagi penyandang disabilitas tidak cukup dilakukan secara parsial.
Namun harus integratif, diiringi dengan pemenuhan akses pendidikan, pelatihan keterampilan dan fasilitas publik yang mendukung.
“Berdasarkan undang-undang terbaru, kategori disabilitas pun beragam.”
“Dari segi produktivitas, kelompok disabilitas fisik dan sensorik punya potensi besar disiapkan masuk dunia kerja.”
“Sedangkan kelompok dengan disabilitas mental dan intelektual, membutuhkan pendekatan yang berbeda dan dukungan yang lebih intensif,” jelas Hutri.
Pihaknya juga menekankan pendampingan dari hulu ke hilir. Negara harus hadir di semua fase hidup penyandang disabilitas. Mulai dari kelahiran, menempuh pendidikan, hingga pemenuhan hak kesehatan dan mendapat pekerjaan. (Faricha Umami/Ra Indrata)




