MALANG POST – Dari mata air jernih di lereng Gunung Arjuno hingga riak keruh di hilir Bendungan Sengguruh, Sungai Brantas menyimpan kisah panjang tentang kehidupan dan kelalaian manusia.
Sejak 15-18 Oktober lalu, kisah itu kembali dibuka lewat kegiatan Susur Sungai Brantas 2025, perjalanan empat hari menelusuri denyut nadi air Jawa Timur yang kian sesak oleh limbah, sampah dan kerak pembangunan.
Lebih dari 300 personel lintas instansi mulai BPBD, DLH, TNI, Polri, BBWS Brantas, PJT, akademisi, hingga komunitas peduli lingkungan turun langsung ke lapangan. Mereka menelusuri aliran Brantas dari titik nol Arboretum Sumberbrantas di Kota Batu hingga Bendungan Sengguruh di Kabupaten Malang.
Tujuannya bukan sekadar berjalan di tepian sungai, tapi membaca ulang kondisi Brantas hari ini. Seberapa bersih airnya, seberapa parah pencemarannya dan seberapa besar kesadaran manusia untuk menjaganya.
Hasil hari pertama di Kota Batu sudah menjadi catatan penting. Koordinator Forum Brantas Malang Raya, Doddy Eko Wahyudi, menyebut tim menemukan pencemaran ringan di dua titik berbeda.
“Ada limbah industri tahu di Pandanrejo dan limbah peternakan babi di Kelurahan Temas. Populasinya kecil, sekitar sepuluh ekor, tapi berdampak pada kualitas air,” jelas Doddy.
Di mata warga, air sungai mungkin masih tampak jernih. Namun hasil pengamatan menunjukkan adanya peningkatan kadar bahan organik. “Kalau terus dibiarkan, bisa jadi sumber pencemaran yang serius,” tambahnya.
Setiap titik dicatat rinci oleh tim, mulai warna air, bau, koordinat GPS, hingga kondisi tebing dan sempadan. “Kami memang tidak langsung membersihkan, tapi mendata. Karena dari data itulah kita bisa tahu di mana luka Brantas sebenarnya,” ujarnya.
Ketika perjalanan berlanjut ke Kota Malang, pemandangan berubah. Sempadan yang seharusnya menjadi ruang hijau kini diisi bangunan rumah permanen. Di bawahnya, tumpukan sampah plastik menumpuk.
“Ini sangat mengkhawatirkan. Ada pelanggaran pemanfaatan sempadan sungai. Kalau dibiarkan, potensi longsor besar sekali,” tutur Doddy.
Di wilayah ini pula ditemukan limbah cair domestik, sedimentasi tebal, serta retakan tebing. Sedangkan di Kabupaten Malang, persoalan klasik belum berubah, sampah menumpuk di jembatan dan tepian sungai, seolah menjadi bagian pemandangan yang biasa.

BASUH MUKA: Wali Kota Batu Nurochman didampingi Wakil Wali Kota Batu Heli Suyanto saat membasuh muka di titik nol Arboretum Sumber Brantas yang masih jernih. (Foto: Ananto Wibowo/Malang Post)
Sungai yang seharusnya menjadi sumber kehidupan, kini justru menjadi tempat buangan. Ironis, karena Brantas pula yang menyuplai air bersih dan energi bagi 17 kabupaten/kota di Jawa Timur.
Menurut Doddy, kegiatan susur sungai ini memang difokuskan pada pendataan dan pemetaan masalah, bukan aksi bersih-bersih semata.
“Semua hasil akan kami rekap menjadi laporan komprehensif dan dipresentasikan ke kepala daerah se-Malang Raya. Harapannya, bisa jadi dasar kebijakan konkret dalam penyelamatan Brantas,” tegasnya.
Dari data itu, Forum Brantas akan mengidentifikasi mana yang perlu penanganan cepat, mana yang butuh kebijakan lintas daerah. Sebab Brantas tidak berhenti di batas administrasi.
Nantinya, hasil Susur Sungai Brantas 2025 akan dirumuskan menjadi laporan dan rekomendasi bersama tiga daerah di Malang Raya. Dokumen ini akan menjadi dasar tindak lanjut nyata, mulai dari pengendalian limbah industri, pengawasan pemanfaatan sempadan, hingga edukasi publik.
“Menjaga Brantas bukan tugas satu kota, tapi tugas semua yang menikmati airnya,” ucapnya.
Wali Kota Batu, Nurochman menegaskan, Brantas bukan sekadar sungai, tapi simbol kehidupan dan budaya Jawa Timur. “Kita punya tanggung jawab moral untuk menjaga keseimbangan alam. Pembangunan boleh berjalan, tapi jangan sampai alamnya yang dikorbankan,” ujarnya.
Cak Nur menilai, menjaga sungai bukan hanya soal teknis, melainkan soal nilai. “Dulu, sumber air dianggap tempat suci. Kita perlu menghidupkan kembali kesadaran itu. Cinta lingkungan harus jadi tindakan, bukan sekadar narasi,” katanya.
Pemkot Batu berharap kegiatan ini menjadi momentum kolaborasi ekologis, menghubungkan kembali manusia dengan alam yang menopang hidupnya. Ia pun mengajak seluruh kepala daerah di Malang Raya untuk memiliki komitmen nyata menjaga lingkungan.
“Sungai Brantas ini mengalir tanpa mengenal batas administrasi. Maka upaya pelestariannya juga harus lintas batas,” tutupnya. (Ananto Wibowo)




