
MALANG POST – Rapat Dewan Komisioner Bulanan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Oktober 2025 menilai stabilitas Sektor Jasa Keuangan (SJK) tetap terjaga. Perkembangan di negara utama menunjukkan kondisi yang beragam.
Demikian rilis dari OJK pusat. Menurut Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK, M. Ismail Riyadi, OECD merevisi pertumbuhan ekonomi global lebih kuat dari perkiraan di awal 2025, didukung oleh front loading (percepatan produksi dan perdagangan) sebelum kenaikan tarif. Sementara itu, tensi perang dagang dalam tren menurun, meski kemungkinan flare up tensi perang dagang dan geopolitik masih cukup tinggi.
Di Amerika Serikat, lanjutnya, kinerja perekonomian relatif stabil dengan pertumbuhan PDB relatif tinggi meskipun pasar tenaga kerja melemah dan inflasi masih terus persisten. Siklus penurunan Fed Fund Rate (FFR) juga telah dimulai dimana The Fed pada September 2025 telah menurunkan FFR sebesar 25 bps dan diekspektasikan masih akan melakukan pemangkasan sebanyak dua kali tahun ini.
Di Tiongkok, moderasi masih berlanjut dengan rilis beberapa indikator utama baik di sisi permintaan maupun penawaran di bawah ekspektasi pasar. Sementara di Eropa, indikator perekonomian terpantau masih stagnan dengan beberapa negara utama Eropa seperti Prancis mengalami tekanan di pasar keuangannya seiring peningkatan kekhawatiran atas keberlanjutan fiskal.
Di Jepang, tekanan inflasi masih persisten sehingga Bank of Japan cenderung hawkish. Perkembangan itu turut mendukung risk on investor global sehingga pasar saham global cenderung menguat.
Di dalam negeri, papar dia, kinerja perekonomian domestik masih terjaga dengan PMI Manufaktur masih di zona ekspansi dan surplus neraca perdagangan yang meningkat. Meskipun demikian, perlu dicermati perkembangan permintaan domestik yang masih perlu didorong seiring dengan moderasi inflasi, tingkat
kepercayaan konsumen, serta tingkat penjualan ritel, semen, dan kendaraan.
Sementara perkembangan pasar modal domestik pada September 2025 mencatatkan kinerja positif, dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), nilai kapitalisasi pasar saham, dan Rerata Nilai Transaksi Harian membukukan rekor tertinggi (All-Time High). Perkembangan ini ditopang oleh arah penguatan pasar saham global dan kinerja perekonomian domestik yang tetap terjaga.
Menurut Ismail Riyadi, IHSG pada September 2025 ditutup di level 8.061,06 atau menguat 2,94 persen mtm (menguat 13,86 persen ytd), dengan nilai kapitalisasi pasar sebesar Rp 14.890 triliun. IHSG dan nilai kapitalisasi pasar sempat mencatatkan All-Time High, di mana IHSG mencapai level 8.126,56 pada 24 September 2025 dan nilai kapitalisasi pasar mencapai Rp14.995 triliun pada 29 September 2025.
Adapun seluruh indeks sektoral secara mtm membukukan peningkatan kinerja, kecuali sektor infrastruktur. Indeks sektoral yang menunjukkan penguatan terbesar adalah sektor perindustrian.
Likuiditas transaksi saham pada September 2025 terpantau meningkat, didominasi oleh investor individu domestik. Rerata Nilai Transaksi Harian (RNTH) saham pada September 2025 sempat mencetak rekor tertinggi yaitu sebesar Rp 24,02 triliun.
Adapun secara ytd per akhir September 2025, RNTH tercatat sebesar Rp 15,50 triliun, meningkat dibandingkan angka RNTH ytd per akhir Agustus 2025 (Rp 14,32 triliun) maupun angka RNTH tahun 2024 (Rp 12,85 triliun).
Di tengah menguatnya kinerja IHSG dan meningkatnya likuiditas transaksi pada September 2025, investor asing terpantau membukukan net sell di pasar saham domestik. Net sell investor asing tercatat sebesar Rp 3,80 triliun selama periode itu, sehingga secara ytd net sell investor asing tercatat Rp 54,75 triliun.
Sementara di pasar obligasi, indeks pasar obligasi ICBI menguat 0,87 persen mtm atau 9,34 persen ytd ke level 429,35, dengan yield SBN rata-rata turun 4,63 bps secara mtm (ytd turun 62,68 bps). Investor nonresiden membukukan net sell di pasar SBN sebesar Rp45,76 triliun mtm selama September 2025 (ytd: net buy Rp 31,45 triliun).
Sedangkan untuk pasar obligasi korporasi, investor nonresiden membukukan net sell sebesar Rp 0,06 triliun secara mtm (ytd: net sell Rp1,21 triliun ytd). Pada industri pengelolaan investasi, per 30 September 2025 nilai Asset Under Management (AUM) tercatat sebesar Rp 913,96 triliun, meningkat 3,16 persen mtm atau naik 9,15 persen ytd.
Adapun Nilai Aktiva Bersih (NAB) Reksa Dana pada periode yang sama tercatat sebesar Rp576,13 triliun atau naik 4,67 persen mtm (ytd: naik 15,40 persen). Penguatan kinerja NAB Reksa Dana turut ditopang oleh net subscription investor sebesar Rp20,96 triliun secara mtm (ytd: net subscription Rp 45,50 triliun), didominasi oleh net subscription pada Reksa Dana dengan underlying fixed income dan pasar uang.
Pada bulan September 2025, tercatat sebanyak 643 ribu investor baru di pasar modal domestik. Dengan demikian, secara ytd di tahun 2025 ini, investor di pasar modal meningkat sebanyak 3,79 juta menjadi 18,66 juta, atau naik 25,50 persen ytd.
Penghimpunan dana di pasar modal juga menunjukkan perkembangan positif. Per akhir September 2025 (ytd), nilai Penawaran Umum oleh korporasi mencapai Rp186,52 triliun, atau naik Rp 18,60 triliun dibandingkan posisi bulan sebelumnya.
Di samping itu, terdapat 17 emiten baru yang melakukan fundraising dengan nilai Rp 13,15 triliun. Pada pipeline, terdapat 20 rencana Penawaran Umum dengan nilai indikatif sebesar Rp 10,33 triliun.
Untuk penggalangan dana pada Securities Crowdfunding (SCF), selama September 2025 terdapat 37 Efek baru dengan nilai dana dihimpun sebesar Rp 64,61 miliar, serta terdapat 15 penerbit baru sehingga jumlah total penerbit Efek SCF saat ini mencapai 547 penerbit. Sejak pemberlakuan ketentuan SCF hingga 30 September 2025, tercatat sebanyak 907 penerbitan Efek dengan dana dihimpun sebesar Rp 1,71 triliun, serta jumlah pemodal sebanyak 187.212. (Eka Nurcahyo)