
MALANG POST – Di tengah gempuran layar gawai dan rutinitas digital yang melekat pada keseharian anak, sejumlah keluarga memilih melangkah keluar dari zona nyaman. Mereka memilih tak mengisi akhir pekannya dengan keliling mall, nonton Netflix, atau rebahan sambil scroll TikTok.
Mereka justru memilih memanggul ransel, mendirikan tenda, menyalakan api unggun dan tidur di bawah langit penuh bintang. Bukan karena sinyalnya hilang. Tapi justru karena di situlah kenikmatannya, minim sinyal. Hanya hening, kabut pagi dan tawa anak-anak yang kembali jadi anak-anak.
Mereka tergabung dalam komunitas Komunitas Kemah Keluarga Indonesia (K3I). Komunitas yang bukan hanya mengajak kembali ke alam, tapi juga membawa pesan sederhana namun penting, gadget bisa dijeda, alam tak bisa ditunda.
Akhir pekan ini, ratusan keluarga anggota K3I Region Jatim menggelar kopdar alias kopi darat ke-31 di Kebun Teh Wonosari, Lawang, Kabupaten Malang. Lokasinya sejuk, dikelilingi hijaunya daun teh.
“Kami lebih suka tempat yang sinyalnya jelek. Sehingga anak-anak tak bisa main gadget,” kata founder K3I, Bharata Ceppy Asmara Lubis, Minggu (6/7/2025).
Ceppy bukan sekadar pencinta alam. Ia juga ayah yang resah melihat anak-anak zaman sekarang terlalu akrab dengan layar, tapi gagap saat disuruh masak mie sendiri atau tidur di luar kamar.
Maka berdirilah K3I sepuluh tahun lalu. Awalnya kecil, lalu menyebar ke mana-mana. Kini, sudah ada tujuh region resmi mulai Jabodetabek, Jabar, Banten, Jateng-DIY, Jatim, Kaltim, sampai Sulsel. Wilayah lain seperti Sumatra Utara dan Bali juga sudah ada embrionya.
Di Jawa Timur saja, anggotanya mencapai 400 keluarga. Sedangkan seluruh Indonesia sudah Ribuan. “Kalau mau gabung gampang. Nggak ada iuran, nggak ada syarat khusus. Yang penting suka camping,” ujar Ceppy.

BERKEMAH: Puluhan anggota K3I Region Jatim saat berkemah di Kebun Teh Wonosari Lawang, melalui cara ini mereka ingin kembali ke alam dan mengurangi penggunaan gadget. (Foto: Ananto Wibowo/Malang Post)
Dalam setiap kegiatan, anak-anak diajak ikut semua aktivitas. Mulai dari masak, nyalain kompor, main game tradisional, belajar tali-temali, sampai edukasi tentang bahaya merokok yang dilakukan oleh perusahaan rokok Sirius. Bahkan ada juga pelatihan menghadapi ular.
“Biar kalau ketemu ular beneran anak-anak tidak panik. Jadi tahu apa yang harus dilakukan,” kata Ceppy.
Tak cuma itu, mereka juga belajar hidup prihatin. Anak-anak diajari menyiapkan bekal cukup untuk hidup 3 hari 2 malam, tanpa jajan, tanpa aplikasi ojek online dan minim sampah.
Konsepnya zero waste camping. Tidak boleh buang sampah sembarangan. Diharapkan bawa alat makan yang tidak sekali pakai. Juga diajarkan cara mengemas makanan yang cukup tapi nggak berlebihan.
“Kita ajarkan hidup efisien dan mandiri. Anak-anak harus tahu rasanya tidur di tenda. Jadi kalau suatu saat ada bencana, mereka tidak kaget jika harus berada di tenda pengungsian,” tambah Ceppy.
Selain anak-anak, orang tuanya juga ikut belajar. Tentang kekompakan, tanggung jawab dan pentingnya guyub. Misalnya di Region Jatim, setiap kopdar pasti dibentuk panitia. Bahkan sudah ada struktur pengurus hariannya.
Ceppy sampai memuji Region Jatim sebagai salah satu region paling solid. “Saya harap region lain bisa meniru semangat dan sistem mereka,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Pelaksana, Bimo Kurniawan Wicaksono, yang baru tiga bulan gabung, tapi langsung aktif menyampaikan alasan sederhana gabung komunitas ini, yakni ingin anaknya mengurangi bermain handphone.
“Saya takut anak saya nanti jadi penakut. Lihat api takut, pegang pisau takut, ke alam takut. Makanya saya ajak berkemah,” kata Bimo.
Dia mengungkapkan, di Kopdar kali ini diikuti sebanyak 73 keluarga yang berasal dari berbagai daerah. Bimo mengaku takjub dengan keberagaman latar belakang anggota K3I.
“Ada pengusaha, ada pejabat, anggota DPR, kepala dinas, aparat, driver ojol, pedagang kecil. Semua kumpul jadi satu, tak ada sekat,” tambahnya.
Kegiatan K3I pun tak melulu soal kemah. Kadang mereka gelar bakti sosial. Kadang juga tanam pohon. Di Lawang kemarin, misalnya, mereka sempat berbagi dengan warga sekitar.
Kata Bimo, kegiatan kopdar kali ini sangat pas. Karena bertepatan saat liburan sekolah. Anak-anak yang biasanya diam dengan gadget di rumah, sekarang bisa teriak-teriak main di alam.
“Ada lomba, api unggun, live musik, sampai belajar masak. Ini yang kami sebut liburan sesungguhnya. Liburan yang mendidik dan membentuk karakter,” tutupnya. (Ananto Wibowo)