
MALANG POST – Ada tekanan besar yang dirasakan peternak lokal, akibat melimpahnya pasokan telur dari luar daerah.
Kondisi itu menyebabkan harga telur anjlok dan membuat peternak kesulitan menutupi biaya produksi. Terutama pakan yang harganya terus meroket.
Salah seorang peternak ayam asal Kota Batu, Rully Wicaksono, ketika menjadi narasumber talkshow di program Idjen Talk, menyampaikan hal tersebut.
Sementara soal perubahan jenis pakan dari jagung ke tepung olahan, justru menyebabkan penurunan produktivitas ayam petelur.
“Meski ada upaya mencari alternatif seperti menggunakan limbah sayur yang difermentasi, tapi hal itu masih perlu pengawasan. Supaya tidak berdampak buruk pada kesehatan ayam dan hasil telur,” katanya di acara yang disiarkan langsung Radio City Guide 911 FM, Kamis (8/5/2025).
Di sisi lain, Rully mengatakan skala usaha yang ideal berada di kisaran 500 hingga 3000 ekor ayam. Supaya bisa tetap bertahan di tengah tekanan pasar.
Kepala Bidang Peternakan dan Perikanan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Batu, Sri Nurcahyani Rahayu menjelaskan pentingnya membangun kemandirian, dalam produksi pakan ternak.
Kata Ani, ketergantungan terhadap impor pakan membuat harga sangat fluktuatif dan sulit dijangkau oleh peternak kecil.
“Saat ini pemerintah tengah mendorong optimalisasi lahan, untuk ditanami jagung sebagai bahan baku utama pakan.”
“Sedangkan pemerintah daerah, telah memberikan subsidi dan melakukan intervensi pasar,” katanya.
Selain itu, Ani mendorong peternak untuk berinovasi mencari alternatif pakan lokal. Seperti dari bahan herbal atau limbah yang diformulasi secara higienis.
Menurutnya, kemandirian pakan bisa berpengaruh pada penopang ekonomi lokal maupun nasional.
Sedangkan Wakil Ketua DPRD Kota Batu, Ludi Tanarto, menyoroti ketimpangan yang dialami peternak kecil dalam menghadapi dominasi perusahaan integrator besar.
Menurutnya, persaingan itu membuat peternak lokal semakin tersingkir dari pasar. Dia berharap, pemerintah bisa hadir melalui regulasi yang berpihak dan mencegah praktik pasar yang merugikan pelaku usaha kecil di sektor peternakan.
Ludi menilai, tingginya harga pakan dan anjloknya harga telur sudah membuat banyak peternak kehilangan optimisme.
“Kami mendorong pemerintah pusat dan daerah, segera mengambil langkah. Seperti pengendalian impor pakan, penyaluran subsidi hingga kebijakan kuota yang lebih ketat untuk menjaga stabilitas pasar,” katanya.
Ludi memastikan, pihaknya siap memperjuangkan aspirasi peternak kepada pemerintah pusat. Karena jika peternak lokal terus dibiarkan berjuang sendiri, lambat laun mereka akan hilang. (Faricha Umami/Ra Indrata)