
MALANG POST – Pejabat publik tidak boleh antikritik, ketika sudah aktif dalam sosial media (medsos). Salah satunya dengan hastag no viral no justrice, yang sebenarnya sebagai kritik publik untuk pejabat. Yang menunjukkan kalau performa pejabat publik sedang tidak bagus.
Hal itu disampaikan Pakar Komunikasi Massa, Prof. Anang Sudjoko, saat menjadi narasumber talkshow di program Idjen Talk. Yang disiarkan langsung Radio City Guide 911 FM, Rabu (7/5/2025).
Kata Prof Anang, munculnya hastag tersebut, harus menjadi evaluasi pejabat publik. Untuk memangkas birokrasi yang memang terlalu lama.
“Ketika pejabat publik tidak peduli dengan ini, maka suatu saat bisa akan menjatuhkan pejabat sendiri,” jelasnya.
Secara elegan dan profesional, tambahnya, harusnya bisa merespon itu semua. Kalau pejabat publik tidak kuat secara mental, maka akan mengarah ke framing pencitraan dan akan menjadi bom waktu nantinya.
“Memang saat ini, media sosial memang efektif untuk pejabat publik lebih dekat dengan masyarakatnya. Karena medsos ini lebih murah dan mudah.”
“Bahkan dengan adanya fitur like dan komen, pejabat publik bisa tahu respon masyarakat terhadap kinerja dan framing di sosial medianya. Dengan begitu bisa dengan mudah evaluasi,” paparnya.
Di sisi yang lain, Prof. Anang juga menyebut, dulu masyarakat memang banyak yang tertarik dengan media mainstream. Tapi saat ini semakin menurun dan masyarakat lebih tertarik dengan media sosial.
Itulah sebabnya, saat inilah masyarakat dituntut lebih aktif dan kritis, melalui media sosial yang ada.
Sementara itu, Guru Besar Pemerintahan dan Direktur Pascasarjana Universitas Islam Malang, Prof. Mas’ud Said juga menjelaskan, saat ini memang di era digitalisasi. Banyak orang yang bergeser ke media sosial.
“Tapi perlu diingat, kalau melalui media sosial bisa saja framing itu memang dipilih eagle-nya.”
“Saya yakin, saat ini masyarakat juga pintar. Tidak kemudian langsung mempercayai apa yang ada di sosial media. Harus dilihat dan mencocokan, antara promosi dan realitas di lapangan,” tegasnya.
Prof. Mas’ud menambahkan, ketika pejabat publik hanya good planning, follower banyak dan fokus branding saja, tapi tidak sistematis dan dalam aksi nyatanya maka kurang tepat dan akan mencederai publik.
Sedangkan dalam kacamata Praktisi dan Konsultan Digital Marketing & Branding, Faizal Alfa, akun media sosial pejabat publik itu ada dua macam. Pertama dipegang oleh admin dan yang kedua memang penggunaan pribadi.
“Untuk jenis jenis platform di media sosial pun juga banyak. Maka treatment nya juga berbeda. Itu semua tergantung dari tim di belakangnya,” sebutnya.
Faizal menambahkan, sebenarnya lebih baik ketika akun pejabat publik itu yang sifatnya dibuat personal bukan by admin atau kehumasan. Sehingga gambarannya dari sudut pandang pejabat itu langsung. (Wulan Indriyani/Ra Indrata)