
MALANG POST – Cathlen Gabriela, Nabila Rahmanisa dan Yuniar Dwi Anugerah datang ke FISIP UB, Kamis (24/4/2025). Mereka tiga teman netra yang ikut berjuang dalam Seleksi Nasional Berbasis Tes (SNBT).
Ditemani beberapa pendamping, keyakinan mereka tampak dari langkah kaki. Tentu perangkat tes mereka berbeda dengan peserta yang lain.
Ada laptop dengan aplikasi khusus yang digunakan. Ditambah headset sebagai alat bantu.
Satu ruangan diisi mereka bertiga, tidak dicampur dengan peserta yang lain. Tujuannya agar mereka bisa konsentrasi. Dengan waktu yang sama, 195 menit, mereka berhasil menuntaskan semua soal.
Salah satu peserta, Yuniar Dwi Anugerah datang membawa terang dalam bentuk cita-cita: menjadi mahasiswa Psikologi UB, jurusan yang menurutnya “dekat dengan jiwa manusia.”
“Saya ingin bisa memahami orang lain dengan lebih dalam,” ujar Yuniar.
SNBT 2025 adalah pengalaman pertama Yuniar mengikuti seleksi atau tes masuk perguruan tinggi. Ia mengaku awalnya sempat canggung karena belum terbiasa dengan alur teknis ujian berbasis komputer, namun semua bisa dihadapi dengan baik.
“Namanya pertama kali, wajar ada rasa deg-degan. Tapi alhamdulillah semua berjalan lancar, semua soal bisa saya akses dengan jelas,” ucapnya.
Yuniar menggunakan bantuan software pembaca layar untuk mengerjakan soal.
“Tadi sempat ada sedikit kendala dengan NVDA yang tiba-tiba mati, tapi petugasnya cepat membantu memperbaikinya, jadi saya bisa melanjutkan ujian tanpa masalah,” ujarnya.
Meskipun ada gangguan kecil, Yuniar tetap bisa menyelesaikan ujian dengan lancar berkat bantuan yang ia terima dari petugas.
Dengan instruksi yang disampaikan secara runtut, ia mampu memahami tata cara menjawab dan navigasi keyboard tanpa kesulitan berarti.
“Instruksinya jelas dan terstruktur. Gambar-gambar pun dijelaskan dengan narasi yang informatif. Jadi saya bisa fokus pada soal tanpa kebingungan,” lanjutnya.
Proses pendaftaran sebelumnya pun ia lalui secara mandiri. Setelah tidak lolos SNBP, ia langsung menyiapkan diri untuk UTBK dengan mengikuti bimbingan belajar daring dan berbagai try out online dari media sosial seperti TikTok, YouTube, hingga Instagram.
“Latihan soal itu penting. Saya terbantu banget dengan konten-konten try out gratis yang banyak beredar. Menurut saya, soal UTBK tadi malah lebih ringan daripada beberapa try out yang saya ikuti sebelumnya,” ujarnya sambil tersenyum.
Yuniar juga menyampaikan bahwa soal yang diberikan kepada peserta tunanetra sudah disesuaikan dengan baik. Meski jumlahnya dipangkas, kualitas dan tantangan dalam subtes tetap terasa setara.
“Tadi ada sekitar 100 soal dari 7 sub tes yang harus saya jawab,” ungkapnya.
Sebagai bagian dari kelompok difabel, Yuniar membawa semangat yang tak hanya untuk dirinya sendiri. Ia berharap teman-teman tunanetra lainnya tak gentar menghadapi ujian seperti SNBT. (*/M Abd Rachman Rozzi-Januar Triwahyudi)