
MALANG POST – Sejumlah pelaku prostitusi, yang terjaring razia oleh Satpol PP Kota Malang, ternyata justru banyak yang datang dari luar Kota Malang.
Kata Kepala Bidang Penegakan Perundang-Undangan Daerah (PPUD) Satpol PP Kota Malang, Karliono, sebulan sebelum Ramadan, pihaknya melakukan razia untuk mengatasi permasalahan prostitusi hingga penyalahgunaan minuman beralkohol.
“Sudah ada satu tempat kos bebas yang menjadi sasaran razia. Di dalamnya ditemukan 31 pasang yang terjaring. Sebagian besar dari mereka, terbukti terlibat dalam prostitusi. Dua orang tidak terbukti, karena pasangan suami-istri sah,” katanya saat menjadi narasumber talkshow di program Idjen Talk.
Dalam razia tersebut, lima orang yang terlibat prostitusi, justru bukan warga Kota Malang. Melainkan dari luar kota, seperti Lumajang, Kediri hingga Lampung.
“Satu orang di antaranya masih di bawah umur dan empat lainnya berusia dewasa bukan mahasiswa,” tambahnya.
Razia itu sendiri, jelas Karliono, berawal dari aduan masyarakat. Yang kemudian ditindaklanjuti Satpol PP dengan memantau dan mengawasi hingga mengeksekusi.
Satpol PP Kota Malang, katanya, juga melakukan patroli rutin saat malam hari. Terutama selama bulan Ramadan, untuk mencegah pelanggaran.
Pihaknya meminta masyarakat untuk aktif melaporkan kejadian serupa, melalui nomor aduan Whatsapp resmi, dengan menyertakan dokumentasi dan keterangan yang jelas.
Sementara itu, Kepala UPT Perlindungan Perempuan dan Anak Dinsos Kota Malang, Wulan Diana Kusmawati menambahkan, usai melakukan razia gabungan bersama Satpol PP, pihaknya melakukan pendalaman terhadap para pelaku yang terlibat.
“Pada akhirnya kami ketahui, yang menjadi faktor dominan yang mendorong mereka melakukan penyimpangan itu adalah tekanan ekonomi,” kata Wulan.
Sebelumnya, Wulan juga sempat memberi pengertian para pelaku, supaya lebih menghargai peran wanita dan tidak memperkenankan perbuatan itu terulang kembali.
Sedangkan Dosen Sosiologi UMM, Awan Setia Dharmawan memandang, prostitusi yang masih terjadi sampai saat ini, disebabkan karena ada pemahaman yang melemah tentang norma sosial dan terbukanya akses dan peluang besar terjadinya pelanggaran.
“Meski Kota Malang memiliki branding sebagai kota pendidikan, itu tidak menjamin bahwa perilaku menyimpang tidak terjadi. Karenanya, peran aktif stakeholder dan masyarakat sangat penting untuk mencegah pelanggaran,” katanya.
Selain itu, Awan juga menggarisbawahi pentingnya tindakan preventif. Seperti sosialisasi terkait dampak perilaku menyimpang.
Dengan begitu, diharapkan bisa menjaga citra positif Kota Malang sebagai Kota Pendidikan dan mencegah dampak jangka panjang yang dapat merusak predikat tersebut. (Faricha Umami/Ra Indrata)