MALANG POST – Ahli gizi menekankan, makanan ultra processed, tidak baik di konsumsi dalam jangka panjang. Karena makanan ini telah mengalami banyak tahapan pengolahan industri.
Makanan ini sering kali dibuat dari bahan-bahan yang tidak dikenali, sebagai produk pangan alami. Seperti pengemulsi, pewarna buatan, penambah rasa, serta bahan kimia lain yang digunakan untuk memperpanjang umur simpan atau meningkatkan rasa dan tekstur.
Ahli Gizi, Suci Latifah, menegaskan hal itu, saat menjadi narasumber talkshow di program Idjen Talk. Yang disiarkan langsung Radio City Guide 911 FM, Sabtu (14/12/2024) kemarin.
Katanya, ada empat golongan makanan berdasarkan klasifikasi NOVA yang dirilis FAO. Yaitu makanan tidak diproses atau diproses minimal seperti beras yang dimasak menjadi nasi.
“Kedua, bahan pangan olahan industri. Yaitu makanan dari golongan 1 yang diproses secara minimal. Seperti minyak zaitun dan butter.”
“Ketiga, bahan makanan yang diproses. Yaitu makanan dari grup 1 dan 2 yang sudah diproses ditambahkan gula dan garam. Keempat ultra-processed food, seperti snack dan susu kemasan,” jelasnya.
Menurut Suci, konsumsi makanan ultra proses tidak masalah asalkan masih terkontrol. Karena makanan ultra proses juga bermanfaat dalam kondisi tertentu. Seperti untuk penanganan stunting dengan pengawasan ketat oleh nakes.
Sementara itu, Owner Aroma Catering, Chef Avi menyampaikan, konsumsi makanan ultra proses di tengah masyarakat memang cukup tinggi. Karena mudah ditemukan dan praktis.
“Walaupun begitu, konsumsi makanan ultra proses dalam jangka waktu panjang dan berlebihan, akan berdampak negatif pada kesehatan,” tambahnya.
Chef Avi juga menyampaikan, makanan ultra proses seringkali mengandung bahan kimia berbahaya. Jika dikonsumsi berlebihan, bisa meningkatkan obesitas, diabetes dan penyakit jantung.
Karena itulah Chef Avi juga menyarankan, agar konsumen membaca label makanan dengan teliti dan memperbanyak konsumsi makanan yang dimasak sendiri, menggunakan bahan-bahan segar. (Anisa Afisunani/Ra Indrata)