MALANG POST – Forum Komunikasi South East Asia Sensory Association (SEASA), yang baru-baru ini diselenggarakan oleh Brawijaya Senso-Gastronomy Center, Fakultas Teknologi Pertanian (FAT), Universitas Brawijaya, berhasil mempertemukan para pakar ilmu sensori, akademisi, dan profesional industri dari seluruh Asia Tenggara.
Acara yang diprakarsai oleh Assoc. Prof. Dr. Kiki Fibrianto ini menawarkan platform yang sangat berharga untuk kolaborasi, pertukaran pengetahuan, dan inovasi di bidang ilmu sensori.
Diikuti puluhan pakar sensory, SEASA berhasil mempertemukan perwakilan dari universitas-universitas se Asia Tenggara.
Seperti Universiti Putra Malaysia (UPM) dan Universiti Teknologi MARA (UiTM) dari Malaysia, Universitas Teknologi Brunei (UTB) dari Brunei Darussalam, Universitas Sains dan Teknologi Nueva Ecija (NEUST) dari Filipina, Universitas Mae Fah Luang Thailand.
Tak ketinggalan beberapa lembaga terkemuka Indonesia. Termasuk Universitas Bakri, Universitas Sumatera Utara (USU), Universitas Widya Mandala Surabaya (UWM), dan Universitas Pembangunan Nasional Veteran Surabaya (UPN).
Forum yang diselenggarakan secara hybrid ini dibuka secara resmi oleh Dr. Endrika Widyastuti, Wakil Dekan Bidang Akademik di Fakultas Teknologi Pertanian (FAT), Kamis (5/12/2024).
Dalam sambutan pembukaannya, Dr. Widyastuti menekankan pentingnya kerja sama regional dalam memajukan penelitian sensori, khususnya dalam kognisi pangan dan perilaku konsumen.
“Kami bangga menjadi tuan rumah forum ini, yang menyediakan kesempatan bagi lembaga-lembaga Asia Tenggara untuk berkumpul, bertukar ide, dan memperkuat hubungan dalam komunitas sains sensorik,” kata Dr. Widyastuti.
“Kolaborasi ini penting dalam menanggapi permintaan yang terus meningkat untuk penelitian dan inovasi dalam industri terkait pangan di seluruh wilayah kami,” jelasnya.
Semantara itu Assoc. Prof. Dr. Kiki Fibrianto selaku penggagas forum dan tokoh terkemuka dalam penelitian sensorik menjelaskan pentingnya kolaborasi interdisipliner dan internasional.
“Dengan bersatu, kita tidak hanya memajukan ilmu sensori tetapi juga berkontribusi pada pengembangan solusi yang lebih berkelanjutan, inovatif, dan berpusat pada konsumen dalam komoditas dan produk pangan dan pertanian,” kata Dr. Fibrianto.
Salah satu sesi forum yang paling dinanti-nantikan adalah mengeksplorasi penggunaan teknologi baru seperti Elektro-Ensefalografi (EEG) dan Kecerdasan Buatan (AI) untuk menganalisis respons otak secara langsung terhadap rangsangan makanan, suatu bidang yang tengah digarap oleh Brawijaya Senso-Gastronomy Center.
Forum SEASA juga merupakan salah satu pendukung utama untuk membina jaringan yang lebih kuat antara universitas dan pusat penelitian di seluruh Asia Tenggara.
Dr. Fibrianto menyoroti pentingnya kolaborasi yang berkelanjutan, dengan menekankan bahwa kemitraan semacam itu penting untuk mengatasi tantangan global terkait keamanan pangan, kesehatan, dan keberlanjutan.
“Wawasan yang kita peroleh dari forum ini akan memainkan peran penting dalam membentuk masa depan ilmu sensori di Asia Tenggara,” katanya.
“Pengetahuan kolektif dan pendekatan regional kita akan memungkinkan kita untuk memberikan kontribusi yang berarti bagi kemajuan ilmiah dan kesejahteraan masyarakat.”
“Dengan kolaborasi berkelanjutan diantara lembaga lembaga Asia Tenggara, kawasan ini siap menjadi pemimpin dalam inovasi pangan, penelitian sensoris hingga studi perilaku konsumen.”
“Terlebih seiring dengan terus berkembangnya Asia Tenggara sebagai pemain global pada berbagai industry mulai dari produksi pangan, hingga perawatan dan teknologi,” pungkasnya. (*/M Abd Rachman Rozzi-Januar Triwahyudi)