
ORANG LAMA: Koordinator pengelola parkir lama, Rafel Maulana Malik Ibrahim saat ditemui di halaman parkir RSSA Kota Malang. (Foto: Istimewa)
Malang Post – Koordinator pengelola paguyuban parkir periode yang lama di RSSA, Rafel Maulana Malik Ibrahim, mendesak akan proses lelang parkir di rumah sakit milik Provinsi Jawa Timur itu dibatalkan.
Alasannya sama seperti yang disuarakan PT Indo Parkir Utama (PT IPU) atau Juragan Parkir 55. Proses lelang tersebut cacat hukum dan terindikasikan kuat adanya kecurangan.
“Kami membantah pernyataan Wakil Direktur Umum dan keuangan, Henggar Sulistiarto. Parkir di RSSA bukan dilakukan secara swakelola. Pun bukan pula transisi. Tapi lebih tepatnya adalah ngecek keuangannya,” terang Rafel.
Rafel mengakui, terakhir komunikasi dengan RSSA pada Desember 2020 lalu. Ketika itu, parkir sudah dikelola sendiri oleh RSSA kurang lebih sekitar 2,5 tahun hingga saat ini. Kondisi tersebut, jelas merugikan paguyuban parkir di RSSA ini.
“Bersama anggota paguyuban lainnya, kami sudah menjadi juru parkir (jukir) di RSSA ini sudah berjalan selama 26 tahun. Kami termasuk yang babat alas parkir di RSSA ini. Sekaligus diberikan mandat oleh pemerintah setempat,” ucapnya.
Diantara kerugian yang dirasakan oleh paguyuban parkir RSSA, adalah tidak adanya pendapatan. Serta juga tidak ada tunjangan hari raya (THR) dari RSSA. Hal tersebut dirasakan sejak pengelolaan parkir dikendalikan langsung oleh RSSA.
“Dari sisi pendapatan (bulanan), bisa dipastikan jauh dari harapan. Sebulan kami hanya dapat Rp1,8 juta. Itupun jika masuk full tiap. Tidak ada istilah izin dikarenakan sakit. Pokoknya gak masuk kerja, ya hilang pendapatannya,” tandasnya.
Sebagai pengelola parkir yang lama, pihaknya tidak sekadar menjadi jukir semata. Tapi paguyuban ini turut mengeluarkan modal Rp350 juta, untuk pengadaan peningkatan alat-alat parkir.
“Kebutuhan itu telah kita penuhi pada 2019 lalu. Demi kenyamanan dan keamanan parkir di RSSA. Akan tetapi belum genap setahun, kami telah diusir oleh mereka (RSSA),” tambahnya.
Karena itulah, sebagai pengelola parkir RSSA yang lama, pihaknya juga akan mengambil langkah hukum, atas permasalahan pelelangan parkir di RSSA ini. Dengan mengandeng pengacara, untuk menggugat RSSA ke PTUN.
“Kami pun akan menggerakkan massa lebih masif lagi. Agar pengelolaan parkir di RSSA ini bisa kembali ke kami.”
“Proses lelang juga harus dihentikan. Karena prosesnya sangat kurang terbuka,” ungkapnya.
Terpisah, Ketua Panitia lelang parkir di RSSA, Sigit Tri Cahyono, menegaskan jika panitia lelang bekerja secara independen. Sesuai realita dan tidak memiliki kepentingan apapun.
“Mereka (jukir) yang bekerja menjadi jukir di RSSA ini, bukan pekerja tetap. Perharinya Rp100 ribu. Di luar itu tidak ada. Mereka pun tidak mendapatkan kesejahteraan apapun dari kami,” ujar Sigit.
Menurutnya, parkir di RSSA perlu dilakukan lelang, agar bisa ditangani secara profesional dan proporsional. Mengingat potensi penghasilan parkir di RSSA, Rp2,18 miliar untuk motor dan Rp857 juta untuk mobil.
“Potensi tersebut didapatkan berdasarkan penilaian dari kantor jasa penilai publik (KJPP). Namun untuk pendapatan parkir secara keseluruhan, baik roda dua maupun roda empat, sebesar Rp1,13 miliar, setelah dipotong pajak parkir,” imbuhnya.
Pihaknya juga menyebut, dari dua kandidat pemenang lelang, keduanya berasal dari Jakarta. Dipastikan pula, keduanya adalah orang berbeda. Bukan dua bendera tetapi satu pemilik.
“Selepas lebaran, perkiraan hasil pemenangnya bakal diumumkannya oleh panitia. Saat ini kita masih proses sampul dua, dilanjutkan penilaian juri.”
“Setelah semuanya selesai dan dilewati tahapan itu, baru kita umumkan pemenang lelangnya,” jawab dia. (Iwan Irawan – Ra Indrata).