Bagus. Tepat. Lebih bermanfaat.
Itulah pikiran spontan saya setelah tahu di mana lokasi Bali International Hospital (BIH) yang baru. Yang pembangunannya dimulai oleh Presiden Jokowi pekan lalu.
Ternyata lokasi itu di kompleks Hotel Bali Beach, Sanur. Tentu Anda pernah ke sana. Terkenal sekali. Sebagai warisan zaman Bung Karno. Kawasan itu memang luas.
Sekarang seperti kurang bermanfaat. Kalah oleh hotel-hotel baru yang lebih modern.
Terutama lapangan golf di depan hotel itu. Kalah jauh dari 10 lapangan golf lainnya di seluruh Bali. Itulah lapangan golf yang hanya 9 hole. Yang umurnya sudah lebih dari 50 tahun. Tidak terawat baik. Tidak mendatangkan uang. Pun untuk sekadar perawatan.
BUMN perhotelan mengontrakkan lapangan golf itu ke pihak swasta.
Sejak lama sekali. Dan masih akan lama sekali. Itulah rupanya yang akan diambil paksa oleh pemerintah. Itu betul sekali. Di lapangan golf itulah rumah sakit internasional tersebut dibangun.
Tapi, luas lapangan golf itu tidak sampai 41 hektare.
Padahal, seperti yang dijelaskan Menteri BUMN Erick Thohir, luas RS itu sampai 41 hektare. Berarti, areanya termasuk Hotel Bali Beach Sanur. Di situ ada hotel 10 lantai.
Dibangun tahun 1963. Sudah sangat uzur: sudah 58 tahun. Itulah hotel yang dibangun dengan dana pampasan perang dari Jepang: satu angkatan dengan Hotel Indonesia Jakarta, Hotel Pelabuhan Ratu, dan Hotel Ambarukmo, Yogyakarta.
Kalaupun hotel itu harus digusur, rasanya akan baik-baik saja. Sudah terlalu tua.
Tidak bisa lagi bersaing dengan hotel-hotel baru di dekatnya, seperti Hyatt.
Apalagi, Bali Beach tidak punya ballroom. Juga tidak punya ruang untuk acara-acara besar. Yang ada ruang sempit di lantai dasar yang sangat tidak nyaman. Lagi pula banyak tiangnya.Di luar bangunan 10 lantai itu ada juga vila. Beberapa. Tapi, juga sudah tidak layak untuk persaingan zaman baru. Tentu semua itu bisa direnovasi.
Tapi mahal sekali. Lebih baik bangun baru. Atau lebih tepat lagi untuk rumah sakit dimaksud.Berarti, semua itu harus dibongkar. Berani?
Itulah pertanyaan saya.
Mungkin juga pertanyaan Anda. Mengapa? Ada dua tempat keramat di situ. Yakni, satu kamar di lantai 3 (kamar 327) dan satu vila (vila 2401) di deretan vila itu.Itulah vila dan kamar Nyai Roro Kidul. Si penguasa laut –bagi yang percaya. Itu juga kamar tempat Bung Karno bersemedi. Bukan hanya Bung Karno. Juga pelaku semedi lainnya.
Tentu saya juga beberapa kali memasukinya. Kamar 327 itu tidak pernah dibuka sebagai kamar tidur. Banyak lukisan si penguasa laut di temboknya. Juga banyak benda sesaji.
Atau hotel itu akan dipertahankan? Sebagai asrama perawat dan dokter? Dan vila-vila itu sebagai guesthouse para dokter spesialis terkemuka dunia?Yang jelas, ide menjadikan kawasan itu sebagai wisata kesehatan sangatlah bagus. Ide tersebut hanya dimiliki orang yang punya pikiran besar. Pantai Sanur membentang di situ sampai 5,5 km. Matahari Bali juga terbit dari sini.
Saya belum tahu siapa investor rumah sakit tersebut. Tanahnya jelas, tidak perlu lagi membebaskan: milik BUMN. Investasinya juga tidak terlalu besar: sekitar Rp 3 triliun.
Mayo International sudah menegaskan: tidak akan tanam uang di situ. Peran Mayo terbatas pada memberikan konsultasi. Begitulah pemberitaan media di Singapura.
Negara itu memang menganggap berita Mayo tersebut sangat penting: pesaing baru bagi Singapura. Kalau Mayo tidak ikut tanam modal, berarti akan ada pihak lain.
Anda sudah tahu: bahwa saya belum tahu. Tapi, Presiden Jokowi menegaskan, RS itu sudah harus beroperasi akhir tahun 2023: sebentar lagi. Berarti, investornya sudah ada: hanya saya yang tidak tahu siapa.
Pemerintah memang gelisah –demikian juga saya dan Anda: begitu besar dana kesehatan yang kabur ke luar negeri. Pemerintah menyebut sampai 8 miliar dolar AS.
Berarti lebih dari 100 triliun rupiah setahun.Koran Singapura menyebut orang Indonesia itu, sakit sepele saja, ke Singapura. Tentu juga ke KL dan Penang. Yang menurut banyak komentator Disway, mereka itu tidak akan pindah ke Bali. Medan–Penang hanya 30 menit. Medan–Bali 3 jam. Belum lagi tambahan waktu untuk transit di Jakarta. Atau transit di Singapura.
Tapi, sebagian orang Jakarta dan Surabaya semestinya pilih ke Bali. Kalau memang Mayo Amerika berada di situ sebagai jaminan mutu.
Pemerintah sudah menggagas jenis visa khusus untuk dokter spesialis asing. Sejauh ini organisasi dokter Indonesia masih menentang. Tapi, melihat gaya pemerintah sekarang, penentangan itu akan diabaikan.
Apakah RS milik konglomerat seperti Siloam dan Mayapada akan ikut memanfaatkan visa khusus itu? Tampaknya Bali dulu yang diprioritaskan. Kalau Bali sudah jebol, yang lain-lain tinggal ikut arusnya.
Saya pun bisa membayangkan, bagaimana ekspresi wajah Bung Karno membaca Disway hari ini. (*)
Atas permintaan Abah, mohon diselipkan kalimat berikut di akhir tulisan (disertai backlinknya): Anda bisa menanggapi tulisan Dahlan Iskan dengan berkomentar http://disway.id/. Setiap hari Dahlan Iskan akan memilih langsung komentar terbaik untuk ditampilkan di Disway.