![](https://malang-post.com/wp-content/uploads/2021/03/erik.png)
Foto: Aziz Tri P/HARIAN DI’S WAY MALANG POST SIDANG: Pembacaan tuntutan JPU KPK untuk terdakwa Rendra Kresna dan Eryk Armando Talla, digelar pada sidang Selasa (16/3/2021) malam lalu.
Surabaya – Mekanisme pengembalian uang hasil gratifikasi dari terdakwa, tak lagi jadi fokus dalam tuntutan JPU (Jaksa Penuntut Umum) KPK. Hal itu terlihat dari sidang pembacaan tuntutan untuk terdakwa Eryk Armando Talla (Nomor Perkara 82/Pid.Sus-TPK/2020/PN Sby), Selasa (16/3) malam lalu.
Dalam tuntutan poin tiga, yang dibacakan JPU KPK Arif Suhermanto disebutkan, menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa Eryk Armando Talla untuk membayar uang pengganti (UP) sebesar Rp 895.000.000. Terhadap uang yang telah disetorkan dan dititipkan terdakwa ke rekening KPK sebesar Rp 500 juta diperhitungkan sebagai pembayaran UP.
“Maka menghukum terdakwa untuk membayar kekurangan uang pengganti sebesar Rp 395 juta. Dengan ketentuan apabila terdakwa tidak membayar UP dalam waktu satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan disita JPU dan dapat dilelang untuk menutupi UP tersebut, atau dipidana penjara selama 1 tahun 6 bulan,” kata Jaksa Arif saat membacakan tuntutan.
Padahal dalam sidang sebelumnya, Selasa (23/2) lalu, soal mekanisme pengembalian hasil gratifikasi terdakwa tersebut sempat menjadi perdebatan sengit antara JPU KPK dengan ahli yang dihadirkan oleh terdakwa Eryk Armando Talla, Susilaningtias SH MH, Wakil Ketua LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban).
“Dalam hal surat pernyataan tertulis yang menyebutkan terdakwa bersedia mengembalikan hasil yang didapat, apa landasan LPSK jika kemudian setelah putusan, yang bersangkutan ternyata tidak mengembalikan hasil yang didapat itu,” tanya Jaksa KPK Joko Hermawan saat itu.
“Dalam hal ini LPSK mencabut perlindungannya. Hingga saat ini memang tidak ada aturan tentang pencabutan status JC. Tapi kami bisa mencabut perlindungannya. Termasuk berkirim surat ke Kemenkumham agar hak-hak yang bersangkutan, seperti keringanan hukuman tidak diberikan,” kata Susilaningtias.
Bahkan saat itu, Ketua Majelis Hakim Dr Johanis Hehamony SH MH sempat menanyakan hal yang sama terhadap ahli Susilaningtias.
“Mekanisme seperti apa yang bisa menjamin terdakwa untuk mengembalikan hasil yang didapat dari gratifikasi? Memang yang bersangkutan sudah membuat surat pernyataan tertulis. Tapi kalau dia kemudian ternyata tidak mengembalikan, lalu apa langkah LPSK? Padahal yang bersangkutan sudah mendapatkan hukuman yang ringan,” tanya Johanis saat itu.
“LPSK akan mencabut perlindungannya. Termasuk kami berkirim surat ke Kemenkumham agar hak-hak yang bersangkutan saat dihukum, seperti keringanan hukuman tidak diberikan,” kata Wakil Ketua LPSK Susilaningtias saat itu.
“Apakah hanya itu? Apa tidak dibutuhkan penilaian atau appraisal dari aset-aset yang dimiliki terdakwa, dari ahlinya. Sehingga kalau kemudian dia ingkar mengembalikan hasil korupsinya, aset-aset itu bisa disita oleh negara untuk membayar uang yang didapatnya,” lanjut Johanis. “Idealnya memang seperti itu, yang mulia. Dan kini mekanisme seperti itu masih terus dimatangkan,” lanjut Susilaningtias.
Seperti diketahui, Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK membacakan tuntutan pada dua terdakwa kasus gratifikasi di Kab Malang, Selasa (16/3) malam lalu. Terdakwa Rendra Kresna (Nomor Perkara 84/Pid.Sus-TPK/2020/PN Sby) dan Eryk Armando Talla (Nomor Perkara 82/Pid.Sus-TPK/2020/PN Sby) dituntut hukuman pidana masing-masing 4 tahun penjara.
Untuk terdakwa Eryk Armando Talla, yang notebene seorang pengusaha dan orang kepercayaan Rendra Kresna saat menjabat Bupati Malang, selain dituntut hukuman 4 tahun penjara, tim JPU KPK juga membebani dengan denda Rp 265 juta subsider 6 bulan kurungan. Juga diharuskan membayar uang pengganti (UP) Rp 895.000.000 subsider pidana penjara 1 tahun 6 bulan. Pihak Eryk sudah mentitipkan uang Rp 500 juta, jadi masih kurang Rp 395 juta.
Sedangkan untuk terdakwa Rendra Kresna, Bupati Malang periode 2010-2015 dan 2016-2021, selain dituntut hukuman pidana 4 tahun penjara dengan denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan. Rendra Kresna juga diharuskan membayar uang pengganti (UP) Rp 6.075.000.000 subsider pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan. Untuk UP, pihak Rendra sudah menitipkan uang sebesar Rp 2 miliar. Berarti masih kurang Rp 4.075.000.000.
Untuk pembayaran UP bagi terdakwa Rendra Kresna, relatif lebih mudah. Karena meski UP yang harus dibayar sebesar Rp 6 miliar lebih, pihak Rendra Kresna sudah menitipkan uang Rp 2 miliar dan yang bersangkutan juga memiliki lima rekening yang diblokir KPK. Isinya sekitar Rp 8,1 miliar. Jika dieksekusi KPK, jumlahnya cukup untuk melunasi sisa UP yang mencapai Rp 4.075.000.000. Bahkan bisa dipakai juga untuk melunasi sisa UP Rendra Kresna di kasus yang pertama. (azt/jan)