INILAH kepedulian yang harus diacungi jempol; beli gula lokal untuk selamatkan petani dan produksi gula sendiri. Yang beli; Asosiasi Pengusaha Kafe dan Restoran Indonesia (Apkrindo) Kota Malang. Seluruh anggotanya sepakat pakai gula lokal.
Juga mendorong asosiasi lain; Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) dan Asosiaasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) menyeru anggotanya hanya pilih gula lokal.
Bayangkan derita ini;
gula lokal –sekarang– menumpuk di dua parbik gula (PG) Malang; Krebet dan Kebonagung. Jumlahnya tidak kurang dari 64 ribu ton. Tidak tahu harus dikemanakan.
Gula impor lebih murah, membanjir.
“Anggota kami harus pakai gula lokal. Kami juga segera mengatur bersama PHRI dan APPBI, bagaimana caranya membantu menyerap gula lokal,” kata Ketua Apkrindo Kota Malang, Indra Setiyadi. Diharapkan bergaung dan diikuti semua, seluruh daerah.
Indra meminta, 60 anggotanya; pengusaha kafe dan restoran, membeli gula lokal, meski agak mahal. Untuk membantu petani agar roda perekonomian juga berputar. Harga gula kristal putih (GKP) lokal Rp 10.800 per kg. Sedang gula impor yang sudah diolah menjadi GKP jatuhnya hanya Rp 7.000 per kg.
Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) juga terus berupaya. Baik melalui pemerintah daerah maupun pusat. APTRI telah bersurat ke Presiden, ke Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian, hingga Menteri Perdagangan. APTRI mendesak perusahaan importir gula menepati janjinya. Yaitu, membeli gula lokal.
Produksi GKP nasional adalah 2,1 juta ton. Kebutuhan nasional 2,7 sampai 2,8 juta ton. Berarti kekurangannya hanya sekitar 600 ribu ton. “Seharusnya jumlah impornya sekian itu. Tetapi, sekarang impornya 1,4 juta sampai 1,5 juta ton,” jelas Ketua DPD APTRI PG Kebonagung, Dwi Irianto.(Eka Nurcahyo)
>>>>>Selengkapnya Di Harian Di’s Way Malang Post Edisi Selasa (2/2)