
SENYUM: Memberi makanan ringan usai bagi sembako di salah satu panti asuhan Singosari. SENYUM: Memberi makanan ringan usai bagi sembako di salah satu panti asuhan Singosari.
Malang – Senang melihat orang lain senang. Lebih bermanfaat bagi orang lain. Harta cuma sementara. Bisa bahagia merasakan senyum anak-anak yatim piatu. Orang-orang tidak mampu saat menerima hak mereka.
Bersedekah, beramal, bagi sembako apapun istilahnya bisa menjadi candu dan kewajiban yang menyenangkan bagi keluarga Hermin. Dilakukan rutin, jadilah gaya hidup. Pandangan hidup jadi positif.
“Kalau di jalan wes lama. Sebelum nikah, sering malam-malam. Sekitar 8 tahunan. Sama suami. Sudah 1,5 tahun, di Singosari rutin, di Jabung, dua bulanan ke dua panti,” ungkap Hermin yang sebenarnya keberatan untuk diberitakan.
Saat Di’s Way Malang Post menjelaskan maksud berita ini, dia harus izin kesediaan sang suami. Awalnya musti pakai nama samaran atau alamat tidak disebutkan. Jelas, karena kuatir jadi riya’.
Keluarganya terbilang kelas atas. Tinggal di salah satu perumahan elite Kota Malang. Sejumlah gojek online mungkin mengenal pasutri ini. Pasalnya, sering gojek mampir untuk menerima sembako. Apa tujuannya? Kenapa jadi ketagihan?
Itulah yang dilakoni keluarga Hermin dan sang suami. Sejak remaja, Hermin memang hobi memberi. Dulu sendirian. Kini didukung sang suami. Rutin tiap Sabtu atau Minggu. Kadang dadakan di malam hari. Ngluyur tapi positif.
Jauh sebelum pandemi, setahun lebih belakangan, ia rutin memberi sembako pada anak-anak yatim di Malang Utara. Paling sering sekitar Singosari. Ia beranjak ke Jabung kini. Sudah dua bulanan, mampir panti asuhan.
“Gak ada tujuan…dari dulu paling seneng membuat orang seneng. Trus setidaknya apa yang kita kasih bisa bermanfaat buat orang lain. Dan itu juga jadi rem buat diriku sendiri,” urainya. Rem?
Ya, kendali diri. Agar tidak terjerumus hidup tidak bermanfaat bagi lingkungan sekitar. Apalagi di masa pandemi ini banyak orang membutuhkan bantuan. Rem untuk menghindari kehidupan glamour sarat gengsi.
“Aku lebih seneng jadi orang yang bermanfaat buat orang lain,” kata pengusaha interior dan dekorasi ini kepada Di’s Way Malang Post, beberapa waktu lalu.
Kebiasaan pasutri ini membuat tersenyum orang lain. Tidak hanya karena ada rutinitas bagi sembako Sabtu Peduli. Namun di kediaman dan mobilnya juga selalu tersedia paket sembako. Bertemu siapa atau dadakan pun, ia memberi.
Saking seringnya ke jalan saat bagi sembako, ia jadi hafal dengan orang-orang itu. Banyak ilmu didapat dari anak-anak kecil. Bagaimana menghargai makanan-minuman, rizki walau hanya setetes.
Menangis terharu pun pernah. Saat melihat sejumlah anak, meminum sedikit bergantian dari sebotol minuman. Terpenting, menghilangkan rasa haus bagi mereka. Dan itu sangat berarti. Terlebih sesudahnya timbul senyuman.
“Kebahagiaan tersendiri buat aku bisa begitu. Pernah ada masalah yang bikin down. Tapi kegiatan Sabtuku terus tetap jalan. Di titik terendah, harus tetep berbagi. Masya Allah, ketemu senyum mereka. Aku bisa ngakak polos dan bersyukur,” tuturnya. (san/jan)