BAGAIMANA pelaksanaan mengebiri penjahat kelamin termasuk pedofil di Malang Raya, kini sedang dirumuskan. Seluruh rumah sakit, siap melakukan penyuntikan kebiri kimia, sebagaimana dimaksud Presiden Joko Widodo dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 70/2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak, yang sudah diteken untuk dilaksanakan.
Ini antisipasi Malang akibat bertambahnya angka kekerasan seksual terhadap anak. Terutama di Kabupaten Malang; tahun 2017 sebanyak 10 kasus, 2018 naik jadi 26 kasus, dan 2019 sebanyak 32 kasus. Pelaku terbanyak adalah orang dewasa yang masih keluarga korban, disusul tetangga dan tenaga pendidik.
Hukuman kebiri, sebagaimana peraturan itu, dilakukan kepada terpidana dewasa. Tak berlaku untuk pelaku anak. Tahapannya; penilaian klinis dulu, lalu kesimpulan dan pelaksanaan. Sebenarnya, kebiri ada dua jenis; fisik dan kimia. Kebiri fisik lebih merusak. Yaitu mengamputasi organ seks eksternal. “Sedang kebiri kimia adalah memasukkan zat kimia ke tubuh pelaku, untuk mengurangi produksi hormon testosteron,” kata dokter spesialis urologi RSU Karsa Husada, Kota Batu, dr Septina Rahayu, kemarin.
Zat kimia itu ada yang temporer dan permanen. Nanti diputuskan, mana yang dipakai. Yang jelas fungsinya, selain menurunkan testosteron, juga menurunkan libido (tak bisa ereksi) dan sperma. Bahkan, efek samping lainnya bisa mandul (infertil). Zat itu temporer, biasanya dipakai untuk terapi penyembuhan, menurunkan libido bagi pasien yang dirawat. Bertahan 3 bulan. Harganya sekitar Rp 3 juta sekali suntik. Kalau dihukum dua tahun misalnya, akan disuntik tiap tiga bulan. Sembari dibina di dalam penjara. Kalau perbuatannya sadis, suntik permanen. (ekn)
>>>>>>Selengkapnya Di Harian DIs Way Malang Post Edisi Selasa (5/1)