Malang – Peternak kambing Peranakan Etawa (PE) di Kecamatan Dampit Kabupaten Malang menjalani kemandirian usaha di tengah situasi pandemi corona. Kawasan ini, selain penghasil Kopi Robusta, sebagian besar warga berternak kambing PE.
“Kami berternak kambing sejak belum sekolah. Tetapi kita berternak kambing Kacang dan Domba. Sejak tahun 2000, kita mulai mengenal kambing PE,” ujar Tamin, seorang peternak Desa Sukodono, Senin (7/12).
Ia menjelaskan, sebagian warga di wilayah empat kecamatan di Kabupaten Malang bagian selatan: Ampelgading, Sumbermanjing, Tirtoyudo dan Dampit (Amstrirdam) adalah peternak kambing PE.
“Sebagian warga desa se-Amstirdam banyak petani yang mengembangkan ternak kambing Etawa, utamanya di Desa Sukodono,” urai Tamin.
Ia mengungkapkan, jumlah peternak di Desa Sukodono hampir 60 % mereka bercocok tanam dan berternak Kambing. Tamin memaparkan, kambing PE menjadi bagian penting dan solusi di tengah pandemi. Selain komoditi kopi.
“Sebagai sampingan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Selain mereka berkebun kopi. Apalagi ternak PE menguntungkan sekali,” imbuhnya.
Berternak PE, manfaatnya luar biasa. “Rata-rata kami berternak PE bisa menyekolahkan anak. Membeli pupuk, membeli sepeda motor dan membeli tanah,” tegasnya.
Menurutnya, berternak PE sangatlah menjanjikan. Ada dua sistem. Yakni sistem branding (pembibitan). Biasanya petani berternak kambing betina untuk produksi bibit.
Karena dalam hitungan analisis, berternak 5 indukan, sebanding dengan 0,5 ha kebun kopi. Sistem kedua adalah, peternak memelihara pejantan. Mereka jual saat hari Raya Idul Qurban/ Idul Adha.
Tamin mengatakan, sinergi pertanian dan peternakan Kambing PE menjadi hubungan tidak terpisahkan. Kambing, selain sebagai sumber ekonomi produktif, juga sebagai penghasil pupuk organik dan bio urin.
Pakan ternak, dihasilkan dari naungan kopi. Juga sebagai sumber makanan utama. Karena di budidaya perkebunan menjadi tanaman naungan sangat penting.
Tantangan peternak adalah persediaan pakan di musim kemarau panjang. Terutama pakan hijauan. Belum memenuhi untuk bahan pakan. Sehingga peternak perlu pergi jauh untuk mendapatkan pakan.
“Karena cukup menguntungkan, kami menganggap ini investasi jangka panjang. Jika ada kebutuhan mendadak, maka kambinglah sahabat kami,” ungkapnya.
Para peternak berharap dilakukannya peningkatan mutu SDM. Dengan diajari pembuatan pakan silase atau pakan fermentasi. Untuk pemasaran, kambing dijual kepada blantik. “Kami menjual ke pedagang kambing keliling (blantik). Sementara untuk bibit, kami beli dari Tirtoyudo, Senduro, juga di pasar hewan di area Malang,” tutur Tamin.
Hingga saat ini, ternak kambing sudah ribuan ekor jumlahnya. “Kalau bicara jumlah detil Kita tidak tahu. Tetapi sebagai gambaran umum di wilayah dusun kami, ada sekitar 1500 ekor. Karena rata-rata tiap lingkungan RT, yang berternak jumlahnya 70 %,” lanjutnya.
Agar hasil optimal, ia menginginkan adanya peningkatan SDM dan kelompok tani. Khusus peternak. Sehingga lebih efektif untuk transfer teknologi informasi terbarukan tepat sasaran.
“Kami berkeinginan ada pendampingan dari dinas peternakan terkait. Supaya peternak terlatih dan terpadu di pengadaan bibit, modal dan pemasaran bersama,” tutup Tamin. (jan)