Jakarta – Sejumlah pihak termasuk warganet menyoroti Kesalahan pengetikan pada UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang telah ditandatangani Presiden Joko Widodo Senin (2/11). Akibatnya salah satu pejabat Sekretariat Negara yang bertanggungjawab dikenakan sanksi disiplin.
“Menindaklanjuti temuan tersebut, Kemensetneg telah melakukan serangkaian pemeriksaan internal dan tidak ditemukan adanya unsur kesengajaan, kekeliruan tersebut murni human error. Terhadap pejabat yang bertanggung jawab dalam proses penyiapan draf RUU sebelum diajukan kepada Presiden, Kemensetneg juga telah menjatuhkan sanksi disiplin,” ujar Asisten Deputi Hubungan Masyarakat, Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg), Eddy Cahyono Sugiarto, dalam keterangan tertulis, Rabu (4/11/2020).
Eddy menegaskan, Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) telah merespons cepat dengan melakukan langkah tindakan perbaikan. Langkah ini sejalan dengan penerapan zero mistakes untuk mengoptimalisasi dukungan kepada Presiden dalam menjalankan tugas pemerintahan negara, dan peningkatan kendali kualitas akan terus dilakukan dengan melakukan review terhadap standar pelayanan dan Standard Operating Procedures (SOP) yang berkaitan dengan penyiapan RUU yang akan ditandatangani Presiden.
“Kekeliruan pada UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang telah ditandatangani oleh Presiden tersebut, pada dasarnya tidak mengubah substansi dan lebih bersifat teknis administratif semata. Oleh karena itu, kekeliruan tersebut tidak akan memberikan pengaruh pada norma yang diatur di dalamnya serta implementasi undang-undang dimaksud pada tataran teknis,” jelas Eddy.
UU Cipta Kerja diwarnai salah ketik
Setelah draf resmi salinan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang berjumlah 1.187 halaman tersebut diunggah di situs resmi Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum, ternyata terdapat sejumlah kesalahan yang kemudian ramai disoroti para pakar dan warganet.
Halaman 6 UU Cipta Kerja Pasal 6 berbunyi:
Peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a meliputi:
a. penerapan Perizinan Berusaha berbasis risiko;
b. penyederhanaan persyaratan dasar Perizinan Berusaha;
c. penyederhanaan Perizinan Berusaha sektor; dan
d. penyederhanaan persyaratan investasi.
Padahal pasal 5 ayat 1 huruf a tidak ada. Sebab, Pasal 5 adalah pasal berdiri sendiri tanpa ayat. Pasal 5 berbunyi:
Ruang lingkup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi bidang hukum yang diatur dalam undang-undang terkait.
Dikutip dari detikcom, pakar hukum tata negara Bivitri Susanti, kesalahan tersebut adalah kesalahan.
“Jadi, terhadap kesalahan di Pasal 6 itu, tidak bisa lagi dilakukan perbaikan secara sembarangan seperti yang terjadi sebelum UU ini ditandatangani (yang itu pun sudah salah),” ujar Bivitri Selasa (3/11).
Hal senada juga diungkapkan Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Fadli Zon pun melontarkan kritik keras. Ia menyebut kekeliruan pengetikan dalam UU Cipta Kerja sebagai kesalahan fatal.
“Harusnya kesalahan seperti ini tidak terjadi. Ini kesalahan fatal,” kata Fadli Zon kepada wartawan, Selasa (3/11).
Meski terdapat kekeliruan teknis dalam UU yang pembahasanya berlangsung cepat itu, Pemerintah melalui Mensesneg menegasakan implementasi UU Cipta Kerja tidak terganggu . (dtk/anw)