
Malang – Dalam 10 tahun terakhir, Persema Malang menghilang dari peredaran sepak bola level teratas nasional. Terhitung sejak 22 Januari 2011. Pasca keputusan Kongres PSSI 2011, era Ketua Umum Nurdin Halid. Di Pan Pasific Nirwana Resort, Tabanan Bali. Yang memecat Persema Malang, dari keanggotaan PSSI.
Diperkuat dengan SK rapat pleno Komite Normalisasi, tanggal 4 Juli 2011, nomor 1152/AGB/82/VII/2011. Ditandangani Joko Driyono (Plt Sekretaris Jendral PSSI). Yang menghapus hak suara/voter Persema Malang dan tak diundang hadir pada KLB PSSI berikutnya di Solo.
Persema dipersalahkan PSSI, karena dinilai telah mengundurkan diri. Dari kompetisi ISL 2010/2011 (Indonesia Super League) dan menyeberang ke LPI 2011 (Liga Prima Indonesia). Saat terjadi krisis sepak bola nasional.
Menyusul Ketum Persema saat itu, Peni Suparto yang menyatakan, Persema mundur dari ISL per tanggal 20 Desember 2010. Melalui surat nomor 84/PERSEMA-ISL/XII/2010, yang ditujukan kepada kepada PSSI dan PT Liga Indonesia (PT LI).
Dicoret dari keanggotaan PSSI, manajemen tim yang berdiri 8 Oktober 1934 itu, lantas melaporkan Nurdin Halid dkk. Ke pengadilan arbitrase olahraga internasional atau The Court of Arbitration for Sport (CAS), yang berkantor pusat di Lausanne, Swiss.
Enam tahun berselang, tim yang kini kembali ke julukan lama Bledeg Biru tersebut, pada 8 Januari 2017 silam -bersama enam tim terhukum lainnya- diputihkan statusnya alias diampuni.
Namun mereka menilai, Ketua Umum PSSI Edy Rahmayadi pada Kongres Tahunan PSSI 2017 di Hotel Aryaduta, Bandung, diskriminasi dan blunder. Karena hanya menempatkan Persebaya Surabaya saja, yang tampil di Liga 2.
Sementara Persema Malang, Persibo Bojonegoro, Arema Indonesia, Persewangi Banyuwangi, Lampung FC dan Persipasi Kota Bekasi, dilempar ke Liga 3 masing-masing zona provinsi.
Meski Sekum Asprov PSSI Jatim, Amir Burhanudin sempat menginterupsi dan meminta agar Persebaya Surabaya dan Persema Malang, sama-sama ditempatkan di kompetisi teratas Liga Indonesia (Liga 1 2017). Namun ditolak.
‘’Persebaya saya letakkan di tahta Divisi Utama (Liga 2, Red.). Saya tidak tanya (kepada voters) setuju atau tidak. Saya langsung ketok saja. Kami sudah perhitungkan. Tolong izinkan saya sebagai ketua umum, untuk memutuskan ini. Mari berjalan. Jalanlah dari situ. Kalau memang Persema dan Persibo hebat, dia akan naik ke Divisi Utama (Liga 1). Berjuanglah. Bola kaki ini adalah perjuangan. Motivasi kami adalah persepakbolaan ini mencapai target,’’ ujar Edy Rahmayadi ketika itu.
Betulkah dari sisi historis, kontribusi Persema Malang masih kurang di mata PSSI? Sehingga dianggap tak layak ditempatkan di Liga 2 seperti Persebaya yang dinilai tim penuh historis. Penilaian absurd, tanpa membuka lembaran sejarah tim Persema.
Sepak terjang tim asal Kota Malang tersebut di Kompetisi Amatir PSSI, sudah dimulai sejak tahun 1951. Bahkan pada Babak 6 Besar Nasional 1952, mereka mampu menggasak Persebaya 1-0 (10/12/1952).
‘’Persema Malang sejak ISL 2010, banyak dirugikan oleh keputusan PSSI. Mengapa kami keluara dari ISL 2010 dan masuk IPL 2011, salah satu alasannya seperti itu. Tahun 2014, juga ada unifikasi ISL dan IPL. Persema lagi-lagi dirugikan. Tidak masuk kompetisi hasil unifikasi. Tahuin 2017, ketika tujuh tim status hukumannya diputihkan PSSI, Persema ditempatkan di Liga 3. Tapi Persebaya malah di Liga 2 2017. Alasannya karena sejarah klub. Persema itu memiliki sejarah panjang di Indonesia,’’ ungkap mantan Manajer tim Persema Malang 2010-2012, Asmuri.
Persema memiliki andil besar. Melahirkan sejumlah bintang sepak bola. Dikenal sebagai ‘pabrik’ pemain nasional sejak 1930-an. Ada kiper legendaris Timnas Hindia Belanda, pada Piala Dunia FIFA 1938 di Prancis, Tan ‘Bing’ Mo Heng. Yang pemain klub HTNH Malang (Hwa Tjiao Nien Hwee) dan tim Voetbalbond Malang en Omstreken (cikal bakal Persema Malang 1934).
Melahirkan pemain yang kemudian banyak beredar di klub-klub papan atas Tanah Air dan Timnas. Sebut saja kiper Gwan Liep dan Nardirejo. Serta Tjee Bien, Liem Hiat Soe, Ghe Dong, serta dua pemain langganan Timnas Indonesia, Mayor Sidhy dan Kho Thiam Gwan era 1952-1961.
Lantas veteran Timnas Indonesia U-19 tahun 1966-1968 Arek Pasar Klojen, Yap Shin Tjuan, dan penjaga gawang Timas Indonesia era 1970-an, Suharsoyo. Termasuk Irfan Haarys Bachdim Timnas era 2010-2019.
Nama-nama Aji Santoso, Ahmad Bustomi, Arif Suyono, Benny Wahyudi, kiper Joko Ribowo, Guntur Ariyadi, Munhar, Jaya Teguh Angga dan Jeffry Kurniawan, lahir dari kompetisi internal Persema.
Dua pemain Garuda Select, Amiruddin Bagus Kahfi Al-Fikri dan Amiruddin Bagas Kaffa Arrizqi, pernah bermain untuk SSB Banteng Muda U12 Malang, tim binaan internal Persema. Persema juga tim pertama di Tanah Air, yang mampu menggondol Piala Suratin tahun 1965 dan diulangi pada tahun 1996.
‘’Persema tidak menghilang. Masih eksis di Liga 3 Jawa Timur sejak 2017. Bahkan 1 Maret 2019, resmi dikembalikan dari pengelola lama era (IPL) 2010-2018 ke Askot PSSI Kota Malang.’’
‘’Kalau sebelumnya tahun 2013 ada Persema 1953, itu hanya untuk mewadahi pemain lokal Malang. Selama Persema Malang vakum. Itu bukan dualisme. Sekarang step by step, kami prioritaskan untuk Persema berprestasi dan kembali ke Liga 1. Memang itu membutuhkan waktu. Paling cepat empat atau lima tahun mendatang,’’ ujar Ketum Askot PSSI Kota Malang, Harris Thofly.
Sejak tanggal 1 Maret 2019, dijembatani Wali Kota Malang, H Sutiaji, manajemen Persema era 2010-2018, pukul 17.20 WIB di Hall Stadion Gajayana, Kota Malang, menyerahkan hak kelola tim.
CEO PT Singosari Sakti (Persema Malang), Didied Poernawan Affandi, memutuskan memberikan hak kelola Persema kepada Askot PSSI Kota Malang. Yang diketuai Haris Thofly.
Penandatanganan akte penyerahkan Persema Malang kepada Askot PSSI Kota Malang, juga disaksikan Ketum KONI Kota Malang, Edy Wahyono dan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Kadispora) Kota Malang, Nuzul Nurcahyono, saat itu.
‘’Kita memaksimalkan Persema Malang mulai dari kompetisi Liga-3 Jawa Timur. Persema adalah tim legendaris di Tanah Air. Telah banyak mencetak pemain-pemain nasional. Persema kita targetkan bisa kembali ke habitannya Liga 1 seperti tahun-tahun sebelumnya,’’ ujar Sutiaji, ketika itu. (act/rdt)