Surabaya – Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa, menargetkan seluruh aset milik Pemprov Jatim akan bisa tersertifikasi dalam kurun waktu tiga tahun. Dia terus melakukan penyisiran terkait aset milik Pemprov Jatim bersama Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD).
“Kami menyisir semua lini seluruh aset milik pemerintah, termasuk di dalamnya kurun waktu penyelesaian sertifikasi,” ujar Gubernur Khofifah melalui zoom meeting bersama OPD saat Rakor Pemberantasan Korupsi Terintegrasi bersama KPK, Kamis (28/1), seperti termuat dalam Pers Rilis Humas Pemprov Jatim.
Khofifah menjelaskan, koordinasi secara masif terus dilakukan jajarannya, utamanya terhadap aset yang selama ini masih belum diserahkan kepada daerah. Saat ini, juga sudah teridentifikasi secara detail beberapa aset milik Pemprov Jatim dalam penguasaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), anak perusahaan BUMD, dan pihak ketiga. Identifikasi juga sudah terkategorikan mulai hijau, merah dan kuning, sehingga bisa terdata secara utuh.
“Penyisiran dilakukan secara berlapis. Dengan melakukan penyisiran akan terdata, sehingga seluruh aset milik Pemprov Jatim dan BUMD serta anak perusahaan BUMD bisa lebih sistemik dan terkoneksi dengan baik. Dampaknya bisa meningkatkan konduktivitas akan keberadaan aset,” ungkap ia.
Pada tahun ini, lanjut Khofifah, Pemprov Jatim juga mendapatkan aset dari Kemenkes RI dan telah disertifikasi, yaitu RS. Dr. Soetomo dan RSJ Menur. Sedang satu aset lainnya yaitu Jemundo masih dalam proses finalisasi sertifikasi.
“Bupati dan walikota juga diajak berseiring untuk memastikan aset yang semestinya tersertifikasi dan kepemilikan lebih permanen. Karena apabila belum tersertifikasi, aset itu bisa beralih fungsi dan kepemilikan serta berkurang jumlahnya,” tambahnya.
Direktur Koordinasi Supervisi III KPK, Brigjen Bahtiar Ujang Purnama, mengatakan pemerintah daerah harus fokus terhadap kepemilikan aset. Jangan sampai ada kekeliruan.Ia mencontohkan, di salah satu provinsi, ada kejadian pemerintah daerah membeli aset milik sendiri dengan jumlah sangat besar yaitu Rp 684 miliar. Kemudian setelah dilakukan pencatatan, ternyata aset yang dibeli adalah milik pemerintah daerah itu sendiri dan sudah tercatat dalam database aset. “Kasus itu saat ini dalam proses pidana korupsi,” ujarnya.(azt/ekn)