
Oleh: Fandi Prasetya, S.E.,Ak.M.Akun *)
Artificial Intelligence atau yang biasa disebut dengan istilah AI menjadi istilah yang tidak asing di era teknologi saat ini. AI pada umumnya merupakan kemampuan dari suatu sistem yang memiliki kemampuan kognitif seperti manusia dalam hal untuk mempelajari informasi dan menggunakan informasitersebut untuk menyelesaikan suatu pekerjaan atau tugas tertentu secara adaptif dan otomatis (Kaplan & Haenlein, 2019). Istilah AI berbeda dengan konsep Internet of Things (IoT) dan big data. IoT digambarkan sebagai suatu perangkat yang dilengkapi sensor dan perangkat lunak untuk mengumpulkan dan bertukar data sehingga dapat dilihat sebagai salah satu cara untuk mendapatkan informasi atau data eksternal yang diperlukan oleh AI (Kaplan & Haenlein, 2019). Sedangkan big data adalah suatu paradigma teknologi baru untuk data yang dihasilkan dengan kecepatan dan volume tinggi, serta dengan variasi yang tinggi (Lee, 2017).
Penggunaan AI memiliki manfaat yang cukup signifikan di berbagai bidang. Di bidang akuntansi dan keuangan, keberadaan AI dapat meningkatkan efisiensi dan memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai keuangan (Awwad et al., 2024). Pada tanggal 23 Desember 2024, Wakil Menteri Keuangan Republik Indonesia dalam berita utama yang diinformasikan pada website https://www.kemenkeu.go.id/informasi-publik/publikasi/berita-utama/Wamenkeu-Dorong-Pemanfaatan-AI, berharap Kementerian Keuangan Republik Indonesia dapat beradaptasi dengan perkembangan teknologi dan memperkuat tata kelola keuangan negara melalui pemanfaatan AI. Menurut Wakil Menteri Keuangan Republik Indonesia, penggunaan AI merupakan bagian dari langkah reformasi digital yang berkelanjutan. Selain memiliki kemampuan dalam meningkatkan efisiensi, AI memiliki kemampuan untuk melakukan analisis big data dalam pengelolaan anggaran, serta mendeteksi anomali atau potensi kecurangan secara real-time (Al-Baity, 2023; Schaefer et al., 2021).
Dalam aspek pelaporan keuangan, keberadaan AI telah merevolusi pelaporan keuangan dengan cara mengotomatisasi tugas – tugas seperti memasukkan data, melakukan rekonsiliasi dan melakukan pembukuan rutin. Selain itu, AI dapat mempermudah akuntan untuk lebih fokus kepada kegiatan strategis daripada tugas yang berulang hal ini dikarenakan algoritma pembelajaran mesin dapat menganalisis kumpulan data yang luas, mengidentifikasi pola, dan memprediksi tren keuangan (Jejeniwa et al., 2024). Pemanfaatan teknologi AI selain dapat memberikan manfaat yang potensial bagi suatu institusi juga terdapat hambatan di dalam pengadopsian teknologi tersebut. Implementasi AI dalam keuangan sektor publik menghadirkan beberapa tantangan seperti keterbatasan infrastruktur dan rendahnya literasi teknologi menjadi tantangan dalam implementasi AI (Nzobonimpa & Savard, 2023). Tantangan pertama yang dihadapi dan paling umum terjadi di beberapa tempat adalah kesiapan infrastruktur digital. Pengembangan sistem AI memerlukan jaringan internet yang kuat dan keamanan siber yang memadai. Menurut laporan yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik, (2024) menginformasikan bahwa di tingkat desa atau kelurahan, persentase desa atau kelurahan kekuatan sinyal telepon seluler di sebagian besar wilayah Indonesia 22,55 masuk dalam kategori sangat kuat, 56,23% masuk dalam kategori kuat,17,52% masuk dalam kategori lemah, dan 3,70% tidak ada sinyal. Berdasarkan laporan tersebut menunjukkan bahwa masih perlu ditingkatkan kembali agar desa atau kelurahan di sebagian besar wilayah indonesia memiliki kekuatan sinyal telepon seluler yang sangat kuat sehingga pemanfaatan teknologi AI dapat dimanfaatkan secara menyeluruh tanpa ada kendala dalam penggunaannya
Tantangan kedua adalah kurangnya literasi digital. Dalam kurun waktu 2020 hingga Oktober 2023, Kominfo melalui Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika (Ditjen Aptika) telah mendorong peningkatan literasi digital secara masif. Jumlah peserta kegiatan literasi digital terus meningkat secara signifikan, terutama pada tahun 2021 dengan partisipasi mencapai lebih dari 12,3 juta peserta. Namun, jumlah ini mengalami penurunan di tahun-tahun berikutnya. Di tahun 2020 terdapat 213.143 peserta, 2021 terdapat 12.330.670 peserta, 2022 terdapat 5.879.720 peserta dan di tahun 2023 terdapat 5.788.938 peserta. Peserta yang mengikuti literasi tersebut terdiri dari masyarakat umum, aparatur sipil negara (ASN), dan pelajar di sektor pendidikan. Namun, data menunjukkan bahwa baru 6,84% dari total populasi Indonesia (sekitar 278,69 juta jiwa) yang dikategorikan sebagai masyarakat yang telah terliterasi secara digital (Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, 2024).
Tantangan ketiga berkaitan dengan persepsi individu dalam mengadopsi AI. Dalam hal ini terdapat dua hal penting yang perlu diperhatikan yaitu Perceived Usefulness dan Perceived Ease Of Use. PerceivedUsefulness mengacu kepada manfaat yang dirasakan pengguna dari penerapan AI dalam suatu instansi. AI tidak hanya sekadar untuk meningkatkan efisiensi dari sistem yang sudah ada tetapi juga dapat memberikan manfaat strategis yang lebih luas (Kumar & Chandra, 2016). Manfaat yang dirasaskan dari penerapan teknologi akan mempengaruhi keputusan instansi untuk menerima atau tidak penggunaan teknologi tersebut (Al Wael et al., 2024). Perceived Ease Of Use merupakan salah satu faktor dalam penerimaan teknologi, apakah teknologi yang digunakan akan memberikan kenyaman bagi pengguna, mudah digunakan dan pada akhirnya akan mempengaruhi minat dari pengguna teknologi tersebut (Abdallah et al., 2023). Kemudahan ini digambarkan sebagai kesederhanaan, kenyamanan, atau evaluasi yang mudah bagi pengguna saat menggunakan suatu perangkat teknologi (Selamat & Windasari, 2021). Penelitian yang dilakukan oleh Abdallah et al., (2023) dan Al Wael et al., ( 2024) menginformasikan bahwa Perceived Ease Of Use memiliki pengaruh positif terhadap penggunaan AI.
Tantangan keempat adalah Compatibility. Compatibility merupakan suatu konsep dimana suatu teknologi yang sudah diadopsi sebelumnya dianggap sesuai dengan teknologi yang baru dan sesuai dengan kebutuhan dari calon pengadopsi teknologi tersebut. Inovasi teknologi yang dianggap lebih sesuai dengan metode dan praktik kerja saat ini yang digunakan oleh calon penggunanya, lebih mungkin untuk diadopsi (Liang et al., 2017). Kesesuaian antara teknologi yang ada dengan teknologi baru merupakan syarat penting sebelum mengadopsi teknologi tersebut (Wael AL-khatib, 2023).
Tantanga kelima adalah regulatory support. Regulatory support merupakan dukungan yang diberikan oleh otoritas tertentu untuk mendorong adopsi teknologi AI. Pembentukan kebijakan dan peraturan yang efektif dan tepat bertujuan untuk memastikan bahwa inovasi teknologi terintegrasi ke dalam organisasi pemerintah secara sistematis dan normatif (Ali et al., 2015). Penelitian yang dilakukan oleh Lai et al., (2018) dan Park & Kim, (2019)menyimpulkan bawah regulasi memiliki pengaruh terhadap suatu entitas untuk mengadopsi suatu teknologi
Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa penerapan AI dalam pengelolaan keuangan negara memberikan potensi besar untuk meningkatkan efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas tata kelola publik. Berbagai manfaat yang ditawarkan AI, seperti kemampuan analisis big data, deteksi kecurangan secara real-time, dan otomatisasi proses akuntansi, menjadikannya alat strategis dalam mendukung reformasi digital sektor publik di Indonesia.
Namun demikian, realisasi manfaat tersebut tidak terlepas dari berbagai tantangan yang perlu diatasiseperti kesiapan infrastruktur digital, rendahnya literasi teknologi, serta persepsi terhadap kemudahan dan manfaat penggunaan AI menjadi faktor krusial yang menentukan keberhasilan adopsi. Selain itu, aspek kesesuaian teknologi (compatibility) dan dukungan regulasi (regulatory support) juga memiliki peran penting dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi integrasi AI ke dalam sistem keuangan negara.Oleh karena itu, upaya implementasi AI dalam sektor publik perlu dilakukan secara holistik, melibatkan peningkatan kapasitas sumber daya manusia, pembangunan infrastruktur yang merata, serta reformasi kebijakan yang mendukung inovasi digital. Kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan sektor swasta juga diperlukan untuk memastikan bahwa transformasi digital berbasis AI berjalan secara inklusif, etis, dan berkelanjutan. Dengan pendekatan tersebut, AI tidak hanya akan menjadi alat bantu teknis, tetapi juga pengungkit strategis dalam memperkuat tata kelola keuangan negara yang modern dan responsif terhadap tantangan zaman. (***)
*) Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga