
DEKLARASI: Warga masyarakat Kota Batu saat mendeklarasikan hari anti bullying di Kota Batu yang diperingati setiap tanggal 31 Mei. (Foto: Ananto Wibowo/Malang Post)
MALANG POST – Fenomena bullying atau perundungan masih menjadi keprihatinan di banyak daerah, tak terkecuali di Kota Batu. Ini adalah masalah kompleks yang akar penyebabnya bisa beragam, mulai dari faktor individu, keluarga, lingkungan sekolah, hingga pengaruh media sosial.
Di Kota Batu, kasus perundungan atau kekerasan yang melibatkan anak sebagai korban maupun pelaku masih jadi perhatian serius. Polres Batu mencatat, sejumlah kasus menonjol terjadi di Tahun 2024. Meski mengalami penurunan, kasus kekerasan anak, baik sebagai pelaku maupun korban masih terus terjadi.
Dari kasus yang ditangani, kasus yang berakhir melalui restorative justice lebih banyak dibandingkan putusan hukum. Oleh sebab itu, Polres Batu menekankan, ada keutamaan fokus perhatian orang tua untuk anak.
Kapolres Batu, AKBP Andi Yudha Pranata mencatat, dalam kurun waktu empat tahun terakhir ini, kasus kekerasan anak di Kota Batu jumlahnya menurun. Meski begitu, masih ada pelaku anak berhadapan dengan hukum (ABH) tiap tahun, bahkan sampai dengan penyelesaian perkara di pengadilan negeri (PN).
“Kolaborasi cegah anak sebagai korban atau pelaku kekerasan harus dilakukan. Sebab, masih terjadi di Kota Batu setiap tahunnya,” ujarnya, Selasa (3/6/2025).
Jika diketahui ada kasus anak menjadi korban atau pelaku, orang tua diminta speak up. Sehingga bisa segera menghadirkan solusi terbaik bagi anak.
“Jangan ragu bersuara. Sebab, persepsi publik cukup positif terhadap isu sensitif anak yang jadi korban atau pelaku kekerasan,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Batu, Amida Yusiana menyampaikan, banyak yang masih menjadi pekerjaan rumah di Kota Batu tentang aksi perundungan terhadap anak.
“Sebagai upaya menekan kasus tersebut, edukasi anti-bullying di sekolah bekerja sama dengan dinas terkait, aparat penegak hukum dan lembaga keagamaan dilakukan setiap tahun dan terus berlanjut,” tuturnya.
Dia juga menyampaikan, perlunya kampaye anti-bullying melalui media di bawah Dinas Kominfo dan media penyiaran radio. Sementara, Puspaga (Pusat Pembelajaran Keluarga), lembaga di bawah dinasnya, terus melakukan upaya penguatan pola asuh melalui sosialisasi ketahanan keluarga kepada orang tua atau wali murid baik kepada sekolah atau kelompok masyarakat.
“Karena banyak ditemukan dalam keluarga, peran orang tua tidak berfungsi dengan baik pada pola pengasuhan berbasis hak anak. Sangat perlu pembatasan jam penggunaan gadget oleh orang tua karena banyak anak masuk pada situs kekerasan atau game online,” terangnya.
Amida mengakui, masih ada kekawatiran tentang kasus serupa. Pihaknya juga membenarkan jika setiap tahun masih ada sejumlah laporan yang masuk, tentang korban perundungan kepada DP3AP2KB yang membawahi dua lembaga. Yaitu P2TP2A atau Pusat Layanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak serta Puspaga.
Menurutnya, perlu penguatan peran pemerintah bekerja sama dengan Satuan Tugas Penanganan Masalah Perempuan dan Anak (Satgas PPA) Kota Batu, yang anggotanya terdiri dari dinas terkait, kepolisian, kejaksaan, Kemenag, BNN, rumah sakit, LKSA dan unsur dari lima agama.
“Mereka mempunyai tugas dalam penanganan permasalahan baik kepada perempuan dan anak yang mengalami kekerasan,” imbuhnya.
Lebih lanjut, dia juga menyampaikan, jika tanggung jawab keluarga dalam mendidik anak turut berperan. Selain itu, ada peran organisasi masyarakat dalam upaya pencegahan bullying.
“Anak juga harus didorong menjadi agen perubahan, aktif melaporkan jika di lingkungan sekitar melihat pelanggaran terhadap hak-hak anak terkait kekerasan,” tutupnya. (Ananto Wibowo)