
MALANG POST – Saat melaksanakan Tridharma Perguruan Tinggi, sebuah perguruan tinggi perlu fokus pada tiga hal utama: Pendidikan dan pengajaran, Penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Ini adalah kewajiban dan tanggung jawab utama perguruan tinggi. Untuk mencetak lulusan berkualitas dan berkontribusi pada kemajuan ilmu pengetahuan serta kesejahteraan masyarakat.
Sebab hal tersebut beberapa dosen Universitas Islam Malang (UNISMA) melaksanakan kegiatan pengabdian masyarakat berupa pelatihan Pengembangan Keterampilan Tari bagi Guru IGRA Kecamatan Pujon, Jawa Timur pada 18 April 2024.
Harapan utama dalam kegiatan ini, ditujukan untuk meningkatkan kemampuan para guru dalam menciptakan dan mengajarkan seni tari yang kontekstual kepada anak usia dini.
Tim dosen yang terdiri dari Ari Kusuma Sulyandari, M.Pd., Dr. Muhammad Sulistyono, M.Pd dan beberapa mahasiswa yakni Nur Mufarichatul Islamiyah, Choirul Nikmatul Janah, Siti Makrifatul Kiptiyah, Lailatul Mufidah, Amirotul Hasanah, Wahyu Nur Jadidah, Vita Komaril Hilaliyah, Sri Astutik.
Sebelumnya juga dijelaskan bahwa apa yang dilakukan dalam kegiatan ini adalah pelatihan seni tari yang dirancang khusus untuk guru-guru Raudhatul Athfal (RA) yang tergabung dalam IGRA (Ikatan Guru Raudhatul Athfal) di Kecamatan Pujon Kabupaten Malang.
Melalui pelatihan ini, para guru dibekali dengan kemampuan dasar dalam menciptakan gerakan tari sendiri yang relevan dengan tema-tema lokal. Seperti alam, pertanian,m dan budaya Pujon, serta mengandung nilai-nilai pendidikan karakter.
Pelatihan ini bertujuan agar guru tidak hanya menjadi pengajar, tetapi juga pengembang seni yang bisa mengintegrasikan budaya lokal ke dalam pembelajaran anak usia dini.

Ari Kusuma Sulyandari, Ketua Tim Dosen Unisma. (Foto: Istimewa)
Dipertegas kembali oleh Ari Kusuma Sulyandari, M.Pd, selaku ketua tim kepada redaksi Malang Post, Kamis (15/5/2025), mengapa pelatihan ini dirasa penting ? Karena menurut Ari bersama kolega, dalam praktiknya para guru seringkali mengalami kesulitan saat mengajarkan tari-tarian khas daerah Malang karena gerakannya yang kompleks dan kurang sesuai untuk anak usia dini.
Sehingga dalam mengatasi hal ini, sebagian guru mencari referensi gerakan tari di YouTube, menirukannya, dan kemudian mengajarkannya kepada anak.
Namun, menurut pandangan kami cara ini kurang mengakar pada konteks lokal Pujon, yang sebenarnya kaya akan budaya selain sumber daya alamnya.
“Padahal, seni tari memiliki banyak manfaat, tidak hanya sebagai hiburan atau pertunjukan akhir tahun, tetapi juga sebagai media pembelajaran anak yang efektif untuk mengembangkan motorik, kognisi, emosi, serta mengenalkan nilai-nilai budaya sejak dini”, urainya
Dalam konteksnya Ari juga menjelaskan bagaimana pelatihan ini dilaksanakan. Kegiatan ini dilakukan secara langsung dan interaktif.
“Kami (Para dosen UNISMA.red) memberikan materi tentang pentingnya seni dalam pendidikan anak usia dini, dilanjutkan dengan praktik membuat gerakan tari sederhana berdasarkan tema lingkungan sekitar.”
Para peserta kemudian mempraktikkan gerakan tersebut secara berkelompok dan diberikan kesempatan untuk menampilkan hasil kreasi mereka. Dalam prosesnya, guru-guru diajak menggali inspirasi dari kondisi alam dan kehidupan sosial budaya masyarakat Pujon, seperti kegiatan bertani, memerah susu, hingga cerita rakyat lokal.
Melalui pendekatan ini, guru-guru mampu menghasilkan tarian yang tidak hanya mudah ditirukan oleh anak-anak, tetapi juga sarat makna dan nilai-nilai kehidupan.
Pujon menjadi pilihan, karena merupakan daerah agraris yang memiliki kekayaan budaya dan lingkungan yang sangat mendukung untuk dijadikan sumber inspirasi pembelajaran berbasis lokal. Melalui pelatihan ini, potensi tersebut diangkat dan dijadikan kekuatan dalam merancang pembelajaran seni yang bermakna. (M Abd Rachman Rozzi-Januar Triwahyudi)