
MALANG POST – Kasus proyek Kantor Kecamatan Sumberpucung yang hasilnya amburadul. Padahal butuh dana Rp3 miliar untuk pembanguannnya, harus dicek sejak hulu.
Proyek tersebut harus dilacak, apakah hasil penunjukan atau lelang. Kalau hasil lelang, apakah sudah sesuai prosedur atau belum.
Kalaupun dari hasil penunjukan, itu perlu dicurigai karena ini dana tidak sedikit, harusnya masuk proses lelang.
Hal itu disampaikan Ahli Pidana Universitas Brawijaya, Prija Djatmika, saat menjadi narasumber talkshow di program Idjen Talk, yang disiarkan langsung Radio City Guide 911 FM, Rabu (19/3/2025).
Prija menambahkan, perlu diselidiki lagi dari panitia penyelenggaranya. Jangan karena masih masuk garansi, kemudian diperbaiki dan selesai. Tapi perlu ada pertanggungjawaban pidananya.
“Siapa saja yang perlu dimintai pertanggungjawaban, tentu dari Kepala Dinas yang memiliki kewenangan besar dalam penggunaan anggaran. Termasuk juga semua pejabat teknis yang ada di lapangan,” katanya.
Dalam pasal 55 ayat 1, soal perbuatan tindak pidana secara bersama, tambahnya, yang memenuhi unsur tindak pidana korupsi seperti suap menyuap, itu ada pidananya.
Kemudian dalam pasal 2 ayat 1 juga dijelaskan, setiap orang yang memperkaya diri sendiri, orang lain, atau satu korporasi, kemudian melawan hukum, itu juga menyalahi aturan.
“Sebenarnya ini perkara gampang, tinggal dari kejaksaan ada tidak keinginan untuk memeriksa. Mengingat sudah jelas hasil bangunannya tidak sesuai, sehingga terjadi kerugian keuangan negara. Tinggal tunjuk BPK untuk melakukan audit keuangan saja,” jelasnya.
Mantan wartawan ini juga menjelaskan, kalau dari hasil kunjungan, diketahui adanya oplosan bahan bangunan, maka itu bahan untuk kejaksaan. Sekaligus bisa menjadi bukti awal.
“Kalau DPRD Kabupaten Malang hanya minta dilakukan perbaikan ulang saja, tanpa ada langkah hukum, ke depannya bisa jadi kebiasaan,” tandasnya.
Sementara itu, Koordinator Badan Pekerja Prodesa, Ahmad Khoesairi menambahkan, pihaknya tahu soal kondisi ini dari hasil aduan masyarakat.
“Jadi Kantor Kecamatan Sumberpucung ini, sebenarnya kantor pindahan dari sebelumnya. Tapi memang kondisinya yang memprihatinkan.”
“Akibatnya pelayanan untuk masyarakat sempat terganggu, mengingat ada beberapa ruangan yang tidak layak digunakan. Ditambah lagi tidak ada wifi,” sebutnya.
Setelah ada aduan ini, pihaknya koordinasi dengan Komisi 3 DPRD Kabupaten Malang. Lalu mereka melakukan sidak dan memanggil para pejabat terkait.
Tapi sayangnya, dari hasil forum itu kurang memuaskan, karena seakan penjelasan dari pejabat terkait berbelit belit.
“Sebagai relawan dengan SDM terbatas, kami tidak mungkin bisa mengawal satu persatu proyek yang ada di Kabupaten Malang. Kami berharap masyarakat juga bisa turut mengawasi,” sebutnya.
Khoesairi menambahkan, ketika pihaknya dapat aduan, maka hal pertama yang dilakukan komunikasi dengan pihak pemerintah daerah. Baik di eksekutif dan legislatif.
Kalau mereka juga buntu, sebagai pilihan terakhir pihaknya menyampaikan ke penegak hukum baik kepolisian maupun Kejaksaan. (Wulan Indriyani/Ra Indrata)