
Malang Post – Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Batu berkeinginan untuk mempercepat realisasi penyusunan peta lengkap pertanahan. Sebagai lembaga penyelenggara administrasi pertanahan, BPN ingin menyinkronkan antara subjek pajak dan jumlah sertifikat tanah yang diterbitkan.
Karena itu, perlu disusun sistem informasi geografis yang akurat. Sehingga bisa dijadikan acuan dalam meningkatkan fiskal daerah melalui pemungutan pajak bumi bangunan (PBB). Termasuk juga melalui bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) ketika terjadi transaksi peralihan kepemilikan.
Kepala BPN Kota Batu, Haris Suharto menyatakan, fakta riil di lapangan banyak ditemui peralihan kepemilikan bidang tanah. Hanya saja hal itu belum disertai dengan upaya tertib administrasi. Semisal, ketika suatu bidang tanah dipecah kepemilikannya, namun sertifikatnya masih tergabung induk.
“Masih ditemui bidang tanah yang sudah dipecah, tapi PBB-nya masih satu karena belum didaftarkan. Makanya melalui peta tunggal lengkap akan disinkronkan antara objek dan subjek kepemilikan lahan. Ketika wajib pajak bertambah, otomatis pajak daerah meningkat,” ungkap Haris.
Dia menuturkan, rencana penyusunan peta tunggal lengkap Kota Batu telah diusulkan ke Pemkot Batu sejak tahun 2020 lalu. Hal itu ditegaskan pula dengan menjalin nota kesepakatan program pemetaan Tri Juang. Program ini diluncurkan BPN Provinsi Jatim untuk diimplementasikan di kabupaten/kota Jawa Timur.
“Sebetulnya penyusunan peta tunggal lengkap akan dilaksanakan pada 2021 lalu. Namun tertunda, karena Pemkot Batu menggeser pos anggaran. Semoga tahun ini ada dukungan dari pemkot,” harap Haris.
Terdapat tiga unsur yang dilibatkan untuk pelaksanaan program Tri Juang untuk mewujudkan peta lengkap. Mulai dari pemerintah desa/kelurahan, pemda dan BPN. Sehingga perlu adanya dukungan anggaran pemda dan peran partisipatif desa/kelurahan untuk berperan penting menyusun data spasial bidang tanah menuju peta tunggal Kota Batu.
Dia menjelaskan, peta tunggal ini sekaligus untuk memvalidkan basis data informasi spasial dari tingkat desa/kelurahan, kecamatan hingga kabupaten/kota. Sehingga bisa mempertegas batas wilayah dan yang paling penting mengantisipasi peliknya konflik sengketa lahan. Karena itu, implementasi pemetaan tunggal lengkap beriringan dengan program pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL). Guna memastikan keabsahan legalitas kepemilikan.
“Cuma kalau mengandalkan PTSL kan kuotanya terbatas. Sehingga butuh pula dukungan anggaran pemkot untuk biaya pengukuran mewujudkan peta tunggal,” tutur dia.
Data fisik hasil kegiatan PTSL desa/kelurahan merupakan modal pembentukan peta dasar dalam satuan wilayah. Haris menuturkan, BPN Kota Batu telah mendata informasi spasial tujuh desa/kelurahan di Kecamatan Junrejo. Meliputi Beji, Junrejo, Mojorejo, Tlekung, Torongrejo, Dadaprejo dan Pendem. Tahap itu untuk menyusun peta desa/kelurahan lengkap sebagai acuan pembuatan peta kecamatan lengkap berlanjut hingga memiliki peta lengkap tingkat kota.
“Baru lima desa yang hasil pendataannya dikirimkan ke Kementerian ATR/BPN. Nah manfaat ketika sudah memiliki peta lengkap kota, akan membantu pemerintah daerah dalam merumuskan arah pembangunan dan pemanfaatan tata kelola ruang,” tandasnya. (Ananto Wibowo)