Malang – Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Malang kembali mempernudah pelayanan kepada masyarakat. Kali ini masyarakat yang berurusan dengan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB). Kalau sebelumnya manual dengan datang ke Kantor Bapenda, kini bisa mengurus secara online. Sebab, Bapenda telah meluncurkan program BPHTB online atauE-BPHTB.
“E-BPHTB sejak pertengahan tahun 2020 ini sudah jalan. Mungkin banyak orang yang tanya, apa harus begitu, apa nggak manual saja. Justru dengan adanya E-BPHTB ini memudahkan masyarakat. Jadi mengaksesnya secara online,” kata Kepala Bapenda Kota Malang, Ir H Ade Herawanto MT.
Program E-PHTB justru menjadi solusi yang bagus di tengah kondisi pandemic Covid-19 seperti sekarang. Sebab, program ini meminimalisir masyarakat ketemu dengan petugas, sehingga masyarakat bisa lebih aman dan nyaman saat mengurus BPHTB. “Sistemnya lebih transaparan. Karena semuanya harus by system. Jadi nggak ada yang mengurus lewat calo. Mungkin ini belum banyak diketahui oleh masyarakat,” jelas Ade.
Namun, masyarakat juga harus jujur. Mengisinya harus transparan. Termasuk berkas yang di scan harus benar dan sesuai dengan aslinya. Dilengkapi dengan foto obyeknya. Pelaksanaan E-BPHTB ini merupakan tindak lanjut arahan Tim Korsupgah KPK RI Wilayah VI tentang Optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Karena itu, Bapenda Kota Malang secara intensif melakukan upaya persuasif kepada para wajib pajak dalam melakukan penagihan pajak.
E-BPHTB guna mendukung pelaksanannya dilaksanakan Bapenda telah menggelar pelatihan implementasi E-BPHTB yang terbagi dalam beberapa gelombang sejak Februari 2020. Kegiatan ini diikuti para notaris/pejabat pembuat akta tanah (PPAT), PPATS, dan pejabat pada kantor lelang negara. Sosialisasi kepada para notaris dan PPAT serta stakeholder terkait juga telah dilakukan.
Sosialisasinya meliputi penerapan sistem billing, validasi, dan metode transaksi online untuk pajak BPHTB. Ade menegaskan, adanya sistem E-BPHTB ini mengurangi kontak langsung antara wajib pajak dengan petugas pajak, apalagi dengan pejabat Bapenda.
“Adanya sistem ini membuat pelayanan pajak daerah jauh lebih cepat, transparan, jujur dan tanpa biaya tambahan apapun,” ungkap sam Ade.
Apalagi, saat ini ditambahkan pula bahwa Bapenda sudah tidak lagi memberlakukan verifikasi lapangan alias verlap dalam pengurusan BPHTB. Meski demikian, dalam menetapkan besaran pajak itu, Bapenda melakukan tahapan-tahapan secara prosedural demi menjunjung azas tertib administrasi. Salah satunya dengan melakukan pemeriksaan atau penelitian sederhana .
“Bapenda tidak lagi melakukan Verlap. Yang ada hanyalah pemeriksaan sederhana lapangan, sebagaimana diatur dalam Perda No 15 Tahun 2010 Pasal 32,” tegas Ade.
Dasar pemeriksaan/penelitian lapangan itu adalah UU No 28 Tahun 2009 Pasal 170 serta diatur dalam Perda No 15 Tahun 2010 Pasal 32 ayat 1. Isinya: Kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk berwenang melakukan pemeriksaan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
Lalu dipertegas di ayat 4, berisi : Apabila ada perbedaan yang signifikan pada objek pajak antara yang dilaporkan dengan basis data pajak yang dimiliki oleh pemerintah daerah, maka dilakukan pemeriksaan sederhana lapangan. “Dalam prosesnya, juga dilakukan pencocokan data transaksi yang pernah ada di lokasi itu maupun kawasan sekitarnya sebagai dasar acuan penetapan besaran BPHTB,” paparnya.
Dijelaskan pula dalam Perda No 15 Tahun 2010 tentang BPHTB Pasal 4, bahwa hanya objek pajak tertentu yang tidak dikenakan BPHTB. Di antaranya, untuk keperluan perwakilan diplomatik dan konsulat, kepentingan negara untuk penyelenggaraan pemerintahan atau pembangunan guna kepentingan umum, serta orang pribadi dengan catatan karena wakaf dan kepentingan ibadah. Ade mengimbau agar masyarakat membayar maupun mengurus administrasi pajak daerah secara langsung alias tanpa lewat calo atau makelar. Ade mengimbau masyarakat segera melunasi SSPD BPHTB tahun 2020 sebelum diberlakukannya penyesuaian NJOP tahun 2021. (*/adv)