
Pemkot Batu membentuk tim khusus penanganan stunting.
Kasus balita stunting masih ada di Kota Batu. Pihak pemkot pun serius menangani. Meski masuk lima besar daerah terendah, Rakor Penanggulangan Stunting tetap digelar. Kamis (18/3) di ruang rapat utama lantai V Balai Kota Among Tani.
Kasus stunting di kota wiasata ini, turun drastis tahun 2020. Awalnya, mencapai 23,8 persen. Per Februari 2021 turun drastis menjadi 14,8 persen dari 9766 balita. Stunting terjadi sebagai dampak kekurangan gizi kronis. Tak hanya mengganggu tumbuh kembang fisik anak. Tapi berpengaruh pada tingkat kecerdasannya.
Upaya menekan angka stunting, Pemkot Batu membentuk tim khusus penanganan stunting. Namun dalam perjalanannya, banyak kendala dihadapi. Mulai kurangnya jumlah anggaran, kesenjangan data serta minimnya sinergitas antara dinas dengan organisasi terkait.
Walikota Batu, Dewanti Rumpoko menekankan: mengatasi permasalahan kesenjangan data stunting, bisa diatasi dengan menjalin kerjasama yang baik. Dia menyarankan, agar semua pihak terkait bisa menjalin kerjasama dengan Dinas Sosial dan Bagian Kesra.
“Untuk kekurangan dana, dalam penanganan kasus stunting bisa menggunakan dana Corporate Social Responsibility (CSR),” kata Dewanti.
Selain itu, ketika data stunting sudah lengkap dan benar, selanjutnya diberikan kepada DPRD Kota Batu. Tujuannya, agar bisa menjadi dasar membuat kebijakan penanganan stunting.
“Kami berharap. Semoga permasalahan stunting ini, bisa cepat teratasi dan selesai. Sehingga para calon pemimpin bangsa ini bisa lebih berkualitas,” tandasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kota Batu, drg Kartika Trisulandari menjelaskan: ada sejumlah kegiatan yang akan dilaksanakan oleh tim percepatan penanganan stunting. Diantaranya, pelatihan pemberian makanan balita dan anak. Mengadopsi konsep community feeding cenyer dan deteksi dini stunting.
“Untuk pendampingan anak yang masuk kategori stunting, tidak hanya sebatas memberi nutrisi berupa susu. Tapi, juga melakukan pendampingan setiap hari. Mengikuti perubahan perilaku mereka,” tandasnya.
Kabid Kesehatan Masyarakat (Kesmas) Dinkes Kota Batu, Hayati menuturkan. Angka stunting 14,8 persen Kota Batu tak masuk dalam lokus stunting nasional. Sementara itu, selama pandemi covid-19, pihaknya menganggarkan Rp 705 juta untuk pemenuhan suplemen gizi balita. Berupa biskuit kepada balita yang masuk dalam kategori Bawah Garis Merah (BGM).
Rentang usia stunting di Kota Batu pada balita dimulai dari usia 6 bulan ke atas. Hingga menginjak usia 60 bulan. Untuk menanggulanginya, terutama saat pandemi ini, Dinkes melakukan pemberian makanan tambahan berupa susu 90 hari. Kepada 70 balita yang masuk dalam kategori BGM.
“Selain itu, upaya kami untuk memperkecil angka stunting juga melalui perpanjangan tangan Dinkes di lima puskesmas. Serta melakukan kegiatan di posyandu dan imunisasi. Itu sangat berpengaruh terhadap menurunnya kasus stunting di Kota Batu,” katanya. (ano/jan)