Pandemi corona telah menghampiri negeri ini hampir satu tahun. Era pandemi menghasilkan fenomena baru yang terkuak yaitu meningkatnya angka kehamilan. Peningkatan angka kehamilan ini sudah seharusnya didukung oleh kondisi ekonomi bangsa yang baik, Kondisi ini justru kontradiktif dengan keadaan perekonomian yang masih mencoba bangkit saat pandemi terjadi . Fakta tersebut akhirnya berimbas pada peningkatan angka kelahiran stunting. Benarkah fenomena angka kehamilan tinggi dan stunting saat pandemi ini semakin menyudutkan perekonomian bangsa?
Peningkatan Angka Kehamilan Saat Pandemi
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo, menyampaikan bahwa rata-rata angka kelahiran nasional yang tidak direncanakan menyentuh angka 17,5%. Angka ini seharusnya makin meningkat saat pandemi melanda. BKKBN memperkirakan jumlah kehamilan selama pandemi bertambah 370.000-500.000.
Latar Belakang Kehamilan yang Tidak Direncanakan
Fenomena kehamilan yang tidak direncankan saat pandemi corona dipengaruh beberapa faktor. Kepala BKKBN menyampaikan bahwa kehamilan tidak direncankan yang tinggi disebabkan karena kebijakan jaga jarak sosial, fisik, dan berdiam diri dirumah berakibat pada angka kehamilan yang tinggi. Ketakutan masyarakat akan pandemi juga berimplikasi pada putusnya penggunaan alat kontrasepsi.
Selain faktor kebijakan pemerintah, angka penikahan dini di Indonesia juga cukup tinggi. WHO menyatakan pernikahan dini (early bird) adalah pernikahan yang dilakukan anak-anak atau remaja berusia dibawah 19 tahun. Dalam UU No 1 tahun 1974 tentang perkawinan diatur bahwa batas umur kawin bagi pria adalah 19 tahun dan wanita 16 tahun, dibawah umur tersebut maka disebut dengan pernikahan dini.
Dikutip dari BBC.com pada Januari sampai dengan Juni 2020 terdapat 34.000 permohonan pernikahan dini, dan 97% diantaranya dikabulkan. Melihat berbagai fenomena tersebut, terdapat kekhawatiran dari sisi biologis jika kehamilan sebulan lagi sampai menyentuh angka 300.000-500.000. Kekhawatiran ini sudah seharusnya diantisipasi bersama oleh seluruh lapisan masyarakat.
Angka Kelahiran Stunting Indonesia Masih Tinggi
Angka kehamilan tinggi, tentunya berakibat pada angka kelahiran yang tinggi. Hasto Wardoyo dalam wawancara dengan tribbunnews menyampaikan bahwa angka stunting di Indonesia cukup tinggi yaitu 26,7% hampir menyentuh angka 30%. Dari jumlah tersebut diketahui bahwa satu dari 3 anak yang dilahirkan di Indonesia berpotensi untuk mengalami masalah stunting. Problema ini menurunkan proyeksi bahwa jumlah penduduk yang diharapkan menjadi modal pembangunan justru menjadi beban pembangunan. Berkah yang diinginkan justru berbalik menjadi musibah.
Presiden Joko Widodo menunjuk BKKBN sebagai ketua penanganan penyelesaian stunting di Indonesia. Penunjukkan tersebut dihasilkan dari rapat terbatas di Istana Negara pada hari Senin, tanggal 25 Januari 2021. Tentunya, BKKBN memegang amanah dan pekerjaan rumah yang cukup berat untuk dituntaskan.
“Stunting adalah kondisi badan cenderung pendek dibanding orang lain, yang diikuti perkembangan intelektual yang juga terhambat. Pendek tidak dikatakan stunting jika daya intelektual anak tinggi. Starter kit stunting diberikan pada balita. Jika masalah stunting tidak terselesaikan dari balita hingga dewasa maka akan mempengaruhi kondisi kesehatan.” ungkap Hasto Wardoyo
WHO menyatakan stunting adalah gangguan tumbuh kembang anak yang disebabkan kekurangan gizi, terserang infeksi maupun stimulasi yang tidak memadai. Menurut WHO, stunting disebabkan malnutrisi 1000 hari pertama sejak pembuahan sampai anak berusia 2 (dua) tahun. Kepala BKKBN juga menyampaikan bahwa 1000 hari pertama seorang anak sangat berpengaruh sangat besar pada kondisi stunting. Terutama pada saat kondisi pandemi saat ini, angka mortalitas bayi, balita, neonatus (bayi baru lahir) tinggi, sehingga dapat dipastikan angka sakit dan stunting meningkat.
Angka stunting tinggi di beberapa provinsi di Indonesia. Salah satu contoh kasus stunting di Indonesia ada di Nusa Tenggara Timur. Disana ada ibu berumur 38 tahun yang sudah memiliki 9 anak Hal ini menunjukkan kerapatan jarak antar kelahiran juga meningkatkan potensi stunting.
“Dahulu saat penjahan Jepang, orang Jepang pendek-pendek. Jepang mengalami revolusi karena makan ikan yang mengandung DHA dan menjadi tinggi. Seharusnya Indonesia juga bisa bervolusi dan menurunkan angka stunting. Salah satu penyebab angka stunting adalah pernikahan dini, saat wanita seharusnya masih tumbuh usia 16-17 tahun tapi sudah hamil. Setiap 1000 perempuan usia 15-19 tahun, terdapat 36 orang yang sudah hamil dan melahirkan. Jika jumlah ini diubah menjadi 1 juta perempuan, maka akan menghasilkan kelahiran baru sebesar 36.000.”tutur Hasto Wardoyo
Peran Pemerintah Menghadapi Stunting
Pemerintah telah menetapkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2020-2024 dengan visi untuk membangun kesehatan Sumber Daya Manusia. Salah satu program dalam visi tersebut adalah percepatan penurunan stunting secara integasi. Fokus dari RPJM di RKP dan APBN salah satunya adalah percepatan penurunan kematian ibu hamil dan stunting. Target pemenuhan pelayanan dasar pada tahun 2024 termasuk prevelansi stunting sebesar 19%.
Pemerintah telah menggarap kasus stunting di Indonesia dengan serius. Terbukti dengan telah ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 61/PMK.07/2019 tentang Pedoman Penggunaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa untuk Mendukung Kegiatan Intervensi Pencegahan Stunting Terintegrasi pada 13 Mei 2019. Pemantauan dan evaluasi juga terus dilakukan untuk menjamin realisasi anggaran, capaian output, dan dampak yang dihasilkan dari kebijakan telah selaras.
Berpengaruhkah Stunting terhadap Penurunan Perekonomian?
Dari data dan fakta diatas, dapat ditarik kesimpulan kondisi stunting sangat berpengaruh besar terhadap perekonomian bangsa. Kondisi stunting dapat menghasilkan Sumber Daya Manusia yang kurang produktif bagi pembangunan bangsa , Kondisi tersebut dapat terjadi karena SDM yang dihasilkan memiliki fisik yang pendek dan daya intelektual yang rendah. Apalagi pemerintah telah serius menggarap masalah stunting dan menggelontorkan dana APBN yang tidak sedikit untuk menuntaskan kasus stunting ini.
Dalam Buku II Nota Keuangan Beserta APBN tahun 2021, diketahui bahwa tahun 2019 dan 2020 telah dilakukan pengintegrasian beberapa bidang DAK Fisik seperti program pencegahan stunting yang mengintegrasikan tiga bidang yaitu bidang Kesehatan, Air Minum, dan Sanitasi. Sumber pendanaan K/L, DAK Fisik, DAK Non Fisik dan belanja TKDD lainnya telah dikeluarkan. Bahkan pada tahun 2020 outlook DAK Fisik diperkirakan mencapai Rp53.787,4 miliar. Jumlah ini tidaklah sedikit. Melihat fakta tersebut, diharapkan masyarakat turut membantu peran pemerintah menjaga perekonomian bangsa dan menurunkan jumlah stunting. Cara yang dapat dilakukan yaitu dengan memenuhi kebutuhan gizi sejak hamil, memeberikan ASI eksklusif sampai usia 6 bulan,mendampingi asi eksklusif dengan MPASI sehat, terus memantau tumbuh kembang anak dan selalu menjaga kebersihan lingkungan. Bangkitkan kembali ekonomi dan jaga generasi Indonesia dari stunting.
Penulis : Ella Mulyantika Aprilia (KPP Wajib Pajak Besar Tiga)