ASPIRASI: Pelatih Arema, Marcos Santos, bersama seluruh pemain saat menghadapi Aremania yang menghadang mereka, untuk memprotes hasil minor di kandang. (Foto: Istimewa)
MALANG POST – Sudah lima laga kandang, dilakoni Arema FC dalam Super League musim 2025/2026 ini. Hasilnya sangat mengecewakan. Tiga kali skuadra Singo Edan kalah secara beruntun.
Pekan pertama dan ke-3, masih bisa menang. Lawan PSBS Biak, 4-1 dan Bhayangkara FC, 2-1. Tapi langsung tidak pernah menang. Pekan ke-5, kalah 1-2 dari Dewa United. Pekan ke-6, kalah 1-2 dari Persib Bandung.
Terakhir pada Minggu (26/10/2025) kemarin, kalah tragis 1-3 saat menjamu Borneo FC. Bahkan ditambah ada dua pemain Arema kena kartu merah, saat gagal menang di Stadion Kanjuruhan, Kepanjen, Kabupaten Malang.
Hasil itu menjadikan Arema terpaku di papan tengah. Tepatnya di urutan ke-9 pada klasemen sementara. Hanya meraih 12 poin dari sembilan laga.
Tak heran hasil minor itu sangat mengecewakan Aremania. Apalagi suporter fanatik Arema itu, masih terus dalam suasana duka pasca Tragedi Kanjuruhan.
Aremania sebenarnya berharap, dengan kembalinya Arema ke Stadion Kanjuruhan, setelah ‘terusir’ hampir tiga musim, bisa mengembalikan keangkeran stadion yang baru direnovasi tersebut.
Di sisi yang lain, manajemen Arema FC, juga menuntut agar suporter bisa kembali membanjiri stadion, seperti saat sebelum adanya tragedi yang menewaskan 135 suporter.
“Tapi kalau begini, bagaimana kalian bisa mengembalikan marwah Arema. Kalian juga ingin Aremania bisa kembali memenuhi stadion.”
“Tapi kalau kaliah kalah terus, justru stadion makin sepi. Aremania malas datang. Masak tiga kali kalah di kandang,” teriak Presidium Arema Utas, Ali Rifki, bersama puluhan Aremania lainnya, yang menghadang bus pemain, saat akan meninggalkan stadion, pada Minggu (26/10/2025) malam itu.
Sebenarnya merujuk pada jumlah penonton yang hadir dalam lima laga kandang itu, sudah terlihat antusiasme penonton yang sangat kecil. Padahal dalam setiap laga kandang, panitia pelaksana hanya menjual 5.000 tiket. Sementara kapasitas stadion mencapai 21.603 kursi.
Nyatanya saat menjamu PSBS Biak, hanya ada 2.336 penonton. Lawan Bhayangkara FC, disaksikan 840 penonton. Menjamu Dewa United Cuma dilihat 819 penonton. Lawan Persib Bandung disaksikan 5.400 penonton dan saat kalah dari Borneo FC, dilihat 805 penonton.
Meski jumlah penontonnya sangat minim, tetapi Aremania tetap bernyanyi di sepanjang laga. Mereka juga tetap setia dengan dukungan tetabuhan maupun lagu-lagu khas Aremania.
Tetapi ketika Arema menjamu Borneo FC dan kalah, ratusan Aremania yang berada di tribun mulai menunjukkan protes mereka. Syair lagu dan teriakan pun penuh berisi protes atas kekecewaan mereka.
“Iki Malang, Cxx! Kalian singa, bukan raja singa!”
“Kalau Arema loyo, kalau Arema kendo, itu bukan Singa tapi Putri Solo.”
Meski terus melakukan protes dalam teriakan dan nyanyian, tetapi Aremania sama sekali tidak bertindak anarkis. Tidak ada pelemparan atau pun tindakan-tindakan provokatif secara verbal.
Aremania yang tetap dengan penuh cintanya untuk datang ke stadion, terlihat sangat kecewa dengan permainan Johan Ahmat Farizi dan kawan-kawan, yang dianggap belum menunjukkan Jiwa Singa.
“Semua yang ada di sini dan di Malang ini, cinta kepada Arema. Tapi kalian tidak ada rasa cinta.”
“Permainannya kaya xxx tadi.”
“Kita tahu manajemen mati-matian cari pendanaan dan kita tahu kosongnya stadion ini mempengaruhi mereka.”
“Tapi kalau kalian mainnya seperti ini, kapan stadion akan penuh?”
“Tolonglah perjuangkan nama besar Arema ini.”
“Capek, semua yang di sini berperan tanpa imbalan apa pun, karena kecintaan yang luar biasa terhadap Arema,” teriak Aremania, termasuk Sam Nawi, salah satu dirijen Aremania.
Semua caci maki Aremania dan teriakan bernada protes lainnya, langsung ditanggapi oleh tim Arema.
Setelah mereka keluar dari stadion, tidak langsung naik bus pemain. Melainkan menghadapi Aremania yang melakukan protes. Dipimpin langsung oleh pelatih Arema FC, Marcos Vinicius dos Santos Goncalves.
Melalui penterjemahnya, Claudio de Jesus, pelatih asal Brasil itu mendapatkan terjemahan dari seluruh luapan perasaan Aremania.
Sesekali pelatih 46 tahun itu terlihat mengacungkan jempol. Manggut-manggut. Tersenyum meski dengan muka loyo. Atau juga terkadang menunduk sembari geleng-geleng kepala.
Claudio pun selalu mengartikan setiap kata yang disampaikan Aremania. Yang dibahas Marcos dengan berbagai macam ekspresi di wajahnya.
Marcos pun terlihat tidak berusaha membela diri. Atau mencari pembenar dari fakta tiga kali kalah secara beruntun di Stadion Kanjuruhan.
“Saya berjanji kepada kalian. Apa pun yang terjadi di luar, kalian mau nonton di stadion atau tidak, tapi di pertandingan kandang selanjutnya, Arema harus menang,” tegas Marcos.
Aremania pun langsung menjawab dengan tepuk tangan dan dukungan lainnya. Suporter fanatik yang pernah menjadi suporter terbaik di tanah air itu pun mengiringi kepergian tim meninggalkan stadion, dengan nyanyian khas Aremania. (Ra Indrata)




