
MALANG POST – Data Anak Tidak Sekolah (ATS) terus di-update oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Malang. Untuk sementara, jumlah drop out di tingkat SD sejumlah 1.573. SMP ada 4.909 dan SMA mencapai 4.382 siswa.
Data yang lulus tetapi tidak melanjutkan, setingkat SD sejumlah 3.550 siswa dan SMP sekitar 8.276 siswa. Sedangkan yang belum pernah sekolah, pada usia 7-12 sejumlah 1.374, usia 13-15 tahun ada 1.365 anak dan di atas 15 tahun mencapai 3.805 anak.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Malang, Suwadji menjelaskan, dashboard dari Mandikdasmen, ATS awalnya ada 19 ribu lebih. Kemudian update terakhir yang didapat 29.274 siswa.
“Saat ini kami masih menunggu data dari PUSDATIN. Melalui beberapa pokja yang dibentuk masih dilakukan pendataan itu,” katanya saat menjadi narasumber talk show di program Idjen Talk, yang disiarkan langsung Radio City Guide 911 FM, Selasa (9/9/2025).
Suwadji menambahkan, ATS sendiri terbagi menjadi tiga jenis. Yaitu drop out, lulus tetapi tidak melanjutkan dan belum pernah sekolah.
“Padahal dengan masih adanya ATS di Kabupaten Malang, akan mempengaruhi indeks pembangunan manusia,” sebutnya.
Itulah sebabnya, melalui Saber ATS, pihaknya terus melakukan upaya, untuk menekan angka anak putus sekolah.
“Kalau faktor yang mempengaruhi ATS, seperti faktor ekonomi, kesadaraan pendidikan yang kurang karena orientasi kerja, permasalahan internal keluarga serta pengaruh lingkungan dan pergaulan,” tambahnya.
Anggota Komisi 4 yang juga Badan Anggaran DPRD Kabupaten Malang, Zulham Akhmad Mubarak mengakui, saat ini memang ada golongan masyarakat yang tidak percaya dengan pendidikan formal.
“Jadi mereka lebih memilih pendidikan untuk anaknya secara home schooling atau kejar paket. Tujuannya untuk bisa lebih fokus pada tujuan spesifik keahlian, untuk jenjang perkuliahan di luar negeri,” katanya.
Karenanya, imbuh politisi PDI Perjuangan ini, sekarang yang jadi tantangan untuk pendidikan formal, bukan hanya di kalangan menengah ke bawah. Tapi juga kalangan menengah ke atas dengan pemahaman seperti itu.
“Kalau melihat beberapa upaya Dinas Pendidikan Kabupaten Malang sudah dilakukan. Tapi memang tidak mudah dalam merawat dan memahamkan ATS,” tegasnya.
Padahal dari sisi anggaran pendidikan, Zulham menyebut, dalam APBD Kabupaten Malang 2026 yang mencapai Rp5 triliun, 20 persennya dipakai untuk anggaran pendidikan. Atau senilai Rp1,2 triliun.
Sejauh ini, jelasnya, mayoritas pos anggaran masuk pada belanja rutin. Seperti gaji pegawai, gaji guru dan belanja yang sifatnya pemenuhan fasilitas.
Sementara itu, Sekretaris Prodi Administrasi Pendidikan, Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya, Dr. Abdul Qadir Muslim merespon, lebih baik anggaran besar untuk pendidikan ini, dialokasikan untuk hal prioritas. Seperti pengembangan kurikulum dan pengadaan program beasiswa tepat sasaran.
Hal itu dilakukan, katanya, setelah melihat anak tidak sekolah untuk golongan SMP yang lanjut ke SMA masih cukup tinggi.
“Kalau soal pemahaman pentingnya pendidikan, seharusnya bukan hanya ditujukan ke anak-anak, tapi juga para orang tua,” tandasnya.
Qadir menjelaskan juga, perlu adanya pelatihan parenting. Sehingga tidak ada lagi mindset yang salah. Contohnya sekolah tidak sekolah sama saja akan berujung kerja.
“Artinya, persoalan pendidikan anak itu bukan hanya tugas dari pemerintah saja. Tapi juga para orang tua. Sehingga ketika kolaborasi yang baik terjadi, persoalan ini akan selesai,” katanya. (Wulan Indriyani/Ra Indrata)