
MEREKA MENOLAK: Banner penolakan dari Warpel Kelurahan Blimbing. Dipasang di lahan perbatasan, antara fasum dan milik PT Tanrise Property Indonesia. (Foto: Iwan Irawan/Malang Post)
MALANG POST – Warga RW 10 Kelurahan Blimbing, Kecamatan Blimbing, Kota Malang, menolak keras rencana pembangunan dua apartemen dan satu hotel. Yang akan dibangun PT TANCORP Group, melalui anak perusahaannya PT Tanrise Property Indonesia.
Sekitar 80 warga, yang tergabung dalam Warga Peduli Lingkungan (Warpel) tersebut, mendeklarasikan penolakan terhadap apartemen dan hotel, yang akan dibangun di atas lahan seluas satu hektare, dengan ketinggian 197 meter. Lokasinya di sisi selatan Kantor Telkom Blimbing.
Salah satu alasan penolakan, warga berkaca pada pembangunan apartemen dan hotel di Panjangjiwo Surabaya. Melanjutkan pekerjaan dari PT Dian Metropoli, yang menyebabkan tanah amblas dan rumah warga sekitar retak-retak. Hingga saat ini tidak ada penyelesaian.
Selain itu, di kawasan yang akan dibangun proyek tersebut, merupakan kawasan padat penduduk dan banyak lembaga pendidikan.
“Kami juga berkaca pada kasus per kasus pembangunan apartemen di Kota Malang. Beberapa lokasi senantiasa terjadi masalah. Kami tidak ingin bertetangga dengan bangunan yang mangkrak atau bersengketa nantinya,” tegas Centya WM, juru bicara Warpel Kelurahan Blimbing, kepada Malang Post, Minggu (27/4/2025).
Untuk membuktikan keseriusan warga dalam menolak pembangunan apartemen dan hotel tersebut, Warpel sudah berkirim surat ke berbagai pihak. Mulai dari kementerian terkait di Jakarta, OPD terkait di Jawa Timur dan Kota Malang.

MENOLAK: Juru bicara Warpel, Centya W.M, didampingi warga lainnya, saat membacakan deklarasi penolakan pembangunan dua apartemen dan satu hotel, yang akan dibangun PT Tanrise Property Indonesia, di kawasan RW 10, Kelurahan Blimbing, Kecamatan Blimbing, Kota Malang, Minggu (27/4/2025). (Foto: Iwan Irawan/Malang Post)
Selain itu, Warpel juga menilai, dalam proses untuk mendapatkan perizinan AMDAL, PT Tanrise Property Indonesia telah melakukan penggiringan opini. Agar warga terpengaruh dan akhirnya memberikan izin untuk pembangunan apartemen dan hotel tersebut.
“Harusnya PT Tanrise Property bermain profesional dan beretika.”
“Kalau sudah ada penolakan seperti ini, jangan menyelesaikannya di balai RW. Tapi harus ditempat netral, dengan menghadirkan para pihak.”
“Itulah sebabnya, perlu mendirikan posko peduli lingkungan, untuk menampung aspirasi warga terdampak. Pergerakan ini murni dari warga. Kami tidak mengatasnamakan siapa pun,” tambahnya.
Centya juga menyebut, akibat penggiringan opini tersebut, muncul tekanan psikis hingga menyebabkan muncul kecurigaan diantara warga. Hingga tidak ada lagi kerukunan di antara warga di Kelurahan Blimbing.
“Tolong hargai dan ajak bicara kami sejak awal. Jangan mencari penyelesaian dengan menggelar pertemuan di kawasan sini, agar tidak menimbulkan pertanyaan dan kesalahpahaman antar warga,” sebutnya.
Karena, tambah Centya, PT Tanrise Property Indonesia, hanya menyampaikan rencana pembangunan apartemen dan hotel itu, kepada perwakilan warga. Bukan dengan seluruh warga yang terdampak.

TIDAK MAU: Warpel pasang banner penolakan pembangunan apartemen dan hotel, yang akan dibangun oleh PT Tanrise Property Indonesia di lingkungan RW 10, Kelurahan Blimbing. (Foto: Iwan Irawan/Malang Post)
Terpisah, Ketua RW 10 Kelurahan Blimbing, Muhammad Rahmadani mengaku sudah membentuk Tim Gemas T10, untuk menyerap aspirawi warga RW 10. Utamanya yang terkait dengan rencana pembangunan apartemen dan hotel di wilayah kewenangannya.
“Warga kami yang terdampak secara langsung, berada di RT 3. Kalau RT 4 dan 5, masing-masing ada dua rumah. Lainnya terdampak secara radius saja.”
“Tapi hasil sementara yang dikumpulkan tim Gemas T10, mayoritas warga menolak rencana pembangunan apartemen dan hotel. Mereka ingin mendapatkan kepastian hukum, seperti apa dampak negatifnya,” terang Rahmadani.
Sementara itu, Kepala Disnaker-PMPTSP Kota Malang, Arif Tri Sastyawan menjelaskan, terkait rencana pembangunan apartemen dan hotel tersebut, saat ini PT Tanrise Property Indonesia, baru sebatas mengantongi perijinan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang (KKPR).
“Mereka juga sedang berporses mengurus AMDAL Lalin dan lingkungan.”
“Tapi karena menyangkut AMDAL lingkungan, pasti harus melibatkan warga di sekitarnya.”
“Nanti juga akan dilengkapi dengan ijin kawasan keselamatan operasional penerbangan (KKOP), dengan rekomendasi dari TNI AU, dalam hal ini Bandara Abdurrahman Saleh,” sebut Arif.
Berkaca pada kondisi tersebut, masih cukup panjang proses perizinan yang harus dipenuhi PT Tanrise Property Indonesia, untuk bisa membangun apartemen dan hotel di kawan Blimbing tersebut.
“Belum lagi ijin-ijin lainnya, yang harus mereka penuhi. Seperti persetujuan bangunan gedungnya (PBG),” jelas Arif. (Iwan Irawan – Ra Indrata).